kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga minyak dunia dan rupiah lemah, APBN tak kena beban, kenapa?


Minggu, 27 Mei 2018 / 21:07 WIB
Harga minyak dunia dan rupiah lemah, APBN tak kena beban, kenapa?
ILUSTRASI. Harga minyak


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Naiknya harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar rupiah masih akan berdampak positif bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P).

Beberapa kali dikatakan oleh pemerintah, dari sisi pendapatan negara, meningkatnya harga minyak mentah, melemahnya nilai tukar rupiah, dan stabilnya pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan PPh (Pajak Penghasilan) dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) di sektor minyak.

Hingga 30 April 2018 saja, PNBP mencapai Rp 109,90 triliun atau mencapai 39,90% dari target APBN 2018. Capaian PNBP ini mengalami peningkatan sebesar 21,02% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Capaian PNBP tersebut didorong terutama oleh peningkatan harga Indonesian Crude Price (ICP) pada bulan April 2018 menjadi US$ 67,43 per barel dari sebelumnya pada bulan Maret 2018 sebesar US$61,87 per barel.

Sampai bulan April ini, PNBP migas tercatat sebesar Rp 35,3 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sekitar Rp 24 triliun sehingga ada kenaikan sekitar Rp 11,3 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 45,95%

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, berdasarkan hitungannya, ketika harga minyak dunia sudah di atas US$ 60 per barel, biaya yang harus dikeluarkan untuk subsidi lebih besar dari pada penerimaan yang diperoleh.

Namun demikian, yang terjadi bukanlah seperti itu. Sebab, pemerintah menggunakan mekanisme subsidi tetap untuk BBM.

“Kalau subsidinya menggunakan mekanisme subsidi tetap, apa yang disampaikan Kemkeu tersebut betul,” kata Komaidi kepada KONTAN, Minggu (27/5).

Dengan demikian, Komaidi mengatakan, sejauh mekanisme itu yang dipakai oleh pemerintah, maka keadaan ini akan menguntungkan APBN.

"Yang akan terkena beban adalah pelaksana terutama Pertamina. Ini aman karena beban APBN digeser ke Pertamina. Kalau konsisten dan tertib, APBN seharusnya tidak aman,” jelasnya.

Adapun, Kemkeu mencatat, belanja subsidi per April 2018 sebesar 41,5% dari yang sudah dianggarkan atau naik sebesar 143,7% menjadi Rp 39 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 16 triliun. Angka realisasi untuk BBM sendiri sebesar Rp 26 triliun.

Menurut Komaidi, realisasi subsidi ini masih akan bengkak, tetapi lebih disebabkan oleh minimnya kuota yang diberikan oleh pemerintah pada tahun ini.

“Kalau bengkak sudah pasti karena memang kuota yang diberikan (subsidi BBM dan LPG 3 kilogram sebesar Rp 46,86 triliun) jauh di bawah kebutuhan. Kemarin-kemarin relatif tidak menjadi sorotan karena harga minyak rendah,” katanya.

Direktur Penyusunan APBN Ditjen Anggaran Kemkeu Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan, pihaknya kini masih memantau pergerakan dari beberapa aspek asumsi makro, seperti nilai tukar rupiah dan harga minyak mentah Indonesia yang sudah bergerak jauh dari asumsinya dalam UU APBN 2018.

Harga minyak mentah Brent misalnya, telah melampaui level US$ 80 per barel, jauh dibanding asumsi ICP dalam APBN 2018 sebesar US$ 48 per barel.

Adapun nilai tukar rupiah saat ini bergerak di level Rp 14.100-14.200 per dollar AS dibandingkan asumsinya dalam APBN yang sebesar 13.500 per dollar AS. “Kami monitor terus, dan sampai saat ini belum perlu APBN-P,” kata Kunta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×