Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah belum lepas dari sentimen global yang mengintai. Pergerakan ini memiliki pengaruh baik bagi ekonomi dalam negeri maupun APBN.
Menurut perhitungan pemerintah, pelemahan rupiah malah menguntungkan keuangan negara. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 tetap aman terkendali meskipun digoyang pelemahan rupiah.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, kalau hanya dilihat dari sisi fiskal mungkin ada profit gain. Namun, secara makro ekonomi justru merugikan.
“Bahan baku industri sekitar 60% impor, kapal untuk ekspor impor kapal asing jadi logistic cost pasti bengkak, belum lagi ULN swasta resiko gagal bayarnya naik,” kata Bhima kepada Kontan.co.id, Minggu (13/5).
Ia menjelaskan, tidak semua sektor usaha menikmati pelemahan rupiah. Misalnya, CPO dan produk turunan sawit lainnya yang pada Januari-Maret justru anjlok 17% yoy.
CPO sendiri selain kena hambatan ekspor juga karena pengolahannya masih butuh bahan baku impor. Adapun kapal untuk ekspor impor masih didominasi asing. Artinya ada logistic cost yang semakin bengkak.
“Sektor lain apalagi farmasi yang 90% bahan baku impor pasti terpukul. Sedangkan kontribusi industri pengolahan terhadap penerimaan pajak sebesar 30%,” ujar dia.
“Kalau industri pengolahan terpukul, sepanjang supply chain dunia usaha dari retail sampai pendapatan masyarakat akan menurun,” lanjutnya.
Menurut Bhima, bagi ekonomi, selain nominal kurs yang paling berbahaya adalah kecepatan depresiasinya karena memunculkan ketidakpastian bagi rencana bisnis.
Adapun, bila merugikan ekonominya, imbasnya ke penerimaan pajak, terutama ke PPN dan PPh orang pribadi, “Itu semua bisa drop,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News