Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indikator fiskal melalui realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 menunjukkan bahwa ekonomi domestik masih menghadapi tekanan.
Data Kementerian Keuangan mencatat, hingga Agustus 2025 penerimaan pajak neto mencapai Rp 1.135,44 triliun atau baru 54,7% dari outlook 2025. Angka ini turun 5,1% year on year (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1.196,5 triliun.
Penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan mengalami kontraksi 8,7% yoy menjadi Rp 194,20 triliun. Jika dibandingkan bulan Juli, penurunan PPh Badan bahkan mencapai 9,1% yoy atau Rp 174,47 triliun. Pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) juga turun signifikan 11,5% menjadi Rp 416,49 triliun.
Selain pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) merosot 20,1% yoy menjadi Rp 306,8 triliun atau 54,3% dari outlook. Adapun kepabeanan dan cukai masih tumbuh positif 6,4% yoy dengan realisasi Rp 194,9 triliun atau 62,8% dari target.
Baca Juga: Ini Target Penerimaan Negara RAPBN 2026 dan Strategi Kebijakannya
Secara total, pendapatan negara hingga akhir Agustus 2025 terkumpul Rp 1.638,7 triliun, turun 7,8% yoy.
Di sisi belanja, realisasi juga belum optimal. Sampai 31 Agustus 2025, penyerapan belanja negara baru 55,6% dari pagu APBN, atau sekitar Rp 55,6 triliun.
Peneliti Ekonomi CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai pelemahan penerimaan pajak di pos-pos strategis mencerminkan perlambatan ekonomi. Menurutnya, hal ini sebenarnya sudah diakui pemerintah melalui rencana peluncuran stimulus tambahan pada sisa tahun.
“Fakta ini seharusnya menjadi refleksi bagi pemerintah: sejauh mana kebijakan yang dijalankan mampu benar-benar menstimulasi perekonomian? Apalagi, pada semester pertama tahun ini pemerintah sudah menggulirkan beberapa paket stimulus,” ujarnya kepada Kontan, Senin (22/9).
Yusuf menambahkan, meskipun pertumbuhan ekonomi agregat masih positif, tren penurunan penerimaan pajak menunjukkan pemulihan tidak merata.
"Ada sektor-sektor krusial yang masih tertinggal dalam proses pemulihan,” katanya.
Baca Juga: Ekonom Soroti Risiko Moral Hazard di Balik Kenaikan Target Pendapatan Negara di 2026
Ia menekankan pentingnya efektivitas belanja negara agar stimulus benar-benar tersalurkan ke pos strategis yang mendorong aktivitas ekonomi.
“Jika belanja pemerintah tepat sasaran, bukan hanya memberikan dorongan jangka pendek, tapi juga memperluas basis pajak untuk memperkuat posisi fiskal,” tegasnya.
Sementara itu Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan jika data-data ekonomi belum menunjukkan perbaikan, hal ini menunjukkan solusi yang dijalankan selama ini tidak tepat atau tidak dieksekusi dengan baik.
"Kinerja kementerian yang buruk dan kurang koordinasi, bisa jadi merupakan faktor penting. Presiden perlu memikirkan cara baru, dan tim baru," ungkapnya kepada Kontan.
Baca Juga: Pemerintah Bidik Penerimaan Negara Rp 3.153 Triliun di 2026, Begini Prediksi Ekonom
Selanjutnya: BGN Bakal Bentuk Tim Investigasi Kasus Keracunan Program MBG
Menarik Dibaca: Token SUN Melejit 33%, Masuk Top Gainers saat Pasar Kripto Turun Tajam
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News