Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo
Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet menilai bahwa dampak pemberian insentif tersebut akan berdampak terbatas pada pertumbuhan ekonomi tahun 2025.
Baca Juga: Rayuan Insentif Buat Hilirisasi Batubara
Hal ini berkaca pada pemberian insentif pada kuartal I-2025 yang belum cukup mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Misalnya saja pemberian diskon tarif listrik dan tiket pesawat yang periodenya sangat terbatas.
"Makanya, daya dorong beberapa insentif tersebit tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2025 di atas 5%," jelas Yusuf.
Yusuf menilai, pemberian insentif mulai Juni 2025 ini sebagai sinyal kuat bahwa pemerintah tengah mengantisipasi melemahnya daya beli masyarakat.
Yusuf bilang, kebijakan tersebut bukan sekadar stimulus biasa, melainkan respons terhadap tekanan konsumsi domestik yang belum pulih sejak tahun lalu.
Menurutnya, pada kuartal II-2025 ini, nyaris tidak terdapat momen musiman yang biasanya mampu mendongkrak konsumsi rumah tangga. Karena itu, tanpa intervensi pemerintah, potensi perlambatan konsumsi diperkirakan cukup besar.
“Sinyal ini terlihat dari data penjualan ritel yang stagnan. Jadi, paket insentif ini memang terlihat sebagai langkah darurat untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi tidak anjlok lebih dalam,” lanjutnya.
Meski demikian, efektivitas insentif dalam mendongkrak daya beli dinilai akan sangat bergantung pada kecepatan dan ketepatan implementasinya.
Bantuan yang langsung menyasar masyarakat bawah seperti subsidi upah dan bantuan pangan dinilai lebih tepat sasaran. Sementara insentif seperti PPN DTP untuk tiket pesawat disebut cenderung menyasar kelompok menengah ke atas yang daya belinya relatif tidak terlalu tertekan.
Baca Juga: Belum Ada Insentif Baru untuk Dorong Konsumsi
"Jadi, insentif semacam itu bisa tidak terlalu efektif jika tujuannya adalah merangsang konsumsi secara luas," terang Yusuf.
Ia menegaskan bahwa meski paket kebijakan ini dapat membantu menopang konsumsi dalam jangka pendek, hal tersebut tidak cukup kuat untuk mendorong lonjakan konsumsi yang signifikan pada kuartal II dan III tahun ini.
Ia menekankan perlunya perbaikan struktur pendapatan dan iklim usaha untuk mendukung penciptaan lapangan kerja.
“Daya beli masyarakat saat ini sedang mengalami tekanan struktural, bukan sekadar masalah temporer. Kebijakan jangka pendek seperti ini hanya akan menjadi penyangga, bukan solusi jangka panjang,” tutupnya.
Selanjutnya: Pemerintah Targetkan Pencipataan 1,8 Juta Lapangan Kerja Hijau di 2030
Menarik Dibaca: 5 Langkah Cerdas Memulai Menabung di Tahun 2025 yang Bisa Dilakukan Siapa Saja
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News