CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Desain PPN Progresif Dinilai Belum Siap Diberlakukan di Indonesia


Senin, 13 Mei 2024 / 17:45 WIB
Desain PPN Progresif Dinilai Belum Siap Diberlakukan di Indonesia
ILUSTRASI. Petugas melayani wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga di Jakarta, Selasa (5/3/2024). International Monetary Fund (IMF) resmi mengeluarkan rekomendasi desain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) progresif pada April 2024.


Reporter: Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. International Monetary Fund (IMF) resmi mengeluarkan rekomendasi desain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) progresif pada April 2024. IMF merekomendasikan desain tersebut guna mengatasi masalah regresivitas PPN yang selama ini terjadi.

Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, konsekuensi PPN progresif ialah ada sebagian barang yang dikeluarkan dari barang yang dikecualikan dari PPN. 

Misalkan, sekolah yang selama ini bebas PPN maka akan dikenakan PPN dengan tarif progresif atau multitarif. 

Baca Juga: Per Februari, Penerimaan Pajak dari Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah Rp 1,67 T

"Sekolah dengan bayaran lebih kecil misalkan, akan mendapatkan tarif nol atau tarif PPN kecil. Sekolah dengan bayaran puluhan hingga ratusan juta akan dikenakan tarif paling tinggi," kata Nailul kepada Kontan, Senin (13/5).

Ia menyampaikan, desain PPN progresif itu memang secara sekilas menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat kelas bawah. Namun implementasi dan pengawasannya akan cukup susah.  

Penghindaran dari cascading effect atau pengenaan pajak atas pajak yang dibayarkan harus diawasi sehingga harga tidak menjadi lebih mahal. 

"Maka saya masih merasa PPN dengan tarif progresif belum siap diberlakukan di Indonesia," ujarnya.

Dalam rekomendasinya, IMF memberikan tiga alternatif desain dalam penerapan PPN progresif.

Baca Juga: Membaca Kunjungan Prabowo ke China

Pertama, A simple cut-off threshold. Desain ini melihat kondisi rumah tangga dengan pendapatan di bawah ambang batas tertentu tidak akan menanggung PPN apa pun, tanpa memperhatikan apa yang mereka konsumsi. Ambang batas diperoleh dari median pendapatan dari suatu populasi.

Kedua, Universal subsidy VAT (Value Added Tax). Seluruh konsumen menerima kompensasi PPN setara dengan jumlah PPN yang telah dibayarkan, tanpa memperhatikan apa yang mereka konsumsi. Namun tetap tidak di atas ambang batas.

Ketiga, A negative VAT. Seluruh konsumen menerima subsidi PPN sesuai dengan jumlah ambang batas, dengan memperhatikan tingkat pendapatan dan apa yang mereka konsumsi.

Baca Juga: Ekonom Beberkan Tiga Konsekuensi Fiskal Program Makan Siang Gratis

Sementara itu, IMF mengklaim dengan adanya alternatif kebijakan PPN progresif dapat memberikan potential benefit seperti efisiensi, netralitas, peningkatan pendapatan, serta peningkatan kepatuhan. 

Tak hanya itu, adanya PPN progresif disebut akan menghilangkan regresivitas PPN secara efektif melalui sistem pajak dengan meminimalisir permasalahan politik ekonomi, arus kas, dan biaya psikologis (welfare stigma).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×