Reporter: Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. International Monetary Fund (IMF) resmi mengeluarkan rekomendasi desain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) progresif pada April 2024. IMF merekomendasikan desain tersebut guna mengatasi masalah regresivitas PPN yang selama ini terjadi.
Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, konsekuensi PPN progresif ialah ada sebagian barang yang dikeluarkan dari barang yang dikecualikan dari PPN.
Misalkan, sekolah yang selama ini bebas PPN maka akan dikenakan PPN dengan tarif progresif atau multitarif.
Baca Juga: Per Februari, Penerimaan Pajak dari Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah Rp 1,67 T
"Sekolah dengan bayaran lebih kecil misalkan, akan mendapatkan tarif nol atau tarif PPN kecil. Sekolah dengan bayaran puluhan hingga ratusan juta akan dikenakan tarif paling tinggi," kata Nailul kepada Kontan, Senin (13/5).
Ia menyampaikan, desain PPN progresif itu memang secara sekilas menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat kelas bawah. Namun implementasi dan pengawasannya akan cukup susah.
Penghindaran dari cascading effect atau pengenaan pajak atas pajak yang dibayarkan harus diawasi sehingga harga tidak menjadi lebih mahal.
"Maka saya masih merasa PPN dengan tarif progresif belum siap diberlakukan di Indonesia," ujarnya.
Dalam rekomendasinya, IMF memberikan tiga alternatif desain dalam penerapan PPN progresif.
Baca Juga: Membaca Kunjungan Prabowo ke China