kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.095   -25,00   -0,16%
  • IDX 7.108   -49,86   -0,70%
  • KOMPAS100 1.064   -9,05   -0,84%
  • LQ45 834   -8,40   -1,00%
  • ISSI 216   -2,01   -0,92%
  • IDX30 426   -3,80   -0,88%
  • IDXHIDIV20 514   -4,38   -0,84%
  • IDX80 121   -1,10   -0,90%
  • IDXV30 127   -0,23   -0,18%
  • IDXQ30 142   -1,29   -0,90%

BI: Inflasi dan Ketidakpastian Global Meningkat, Negara Berkembang Harus Waspada


Rabu, 18 Desember 2024 / 15:45 WIB
BI: Inflasi dan Ketidakpastian Global Meningkat, Negara Berkembang Harus Waspada
ILUSTRASI. Bank Indonesia (BI) mencatat inflasi dan ketidakpastian global saat ini meningkat dibandingkan dengan prediksi sebelumnya.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat inflasi dan ketidakpastian global saat ini meningkat dibandingkan dengan prediksi sebelumnya.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, inflasi global yang meningkat dipengaruhi oleh gangguan rantai pasok. Meningkatnya inflasi global  juga akan mempengaruhi arah penurunan suku bunga The Fed yang lebih lambat dari perkiraan.

“Di Amerika Serikat (AS), penurunan Fed Funds Rate (FFR) diperkirakan lebih lambat akibat inflasi yang lebih tinggi tersebut,” tutur Perry dalam konferensi pers, Rabu (18/12).

Baca Juga: Rupiah Melemah ke Level Rp 16.000 per Dolar AS, Gubernur BI Beberkan Penyebabnya

Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan global yang semakin meningkat terjadi disertai dengan risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.

Adapun perlambatan ekonomi global ini juga salah satunya disebabkan, rencana kebijakan perdagangan di Amerika Serikat (AS) melalui kenaikan tarif impor, komoditas, dan cakupan negara yang lebih luas telah menyebabkan risiko peningkatan fragmentasi perdagangan dunia.

Disamping itu, perkembangan ini yang disertai dengan eskalasi ketegangan geopolitik di banyak negara mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diperkirakan melambat menjadi 3,1% dari sebesar 3,2% pada 2024.

Lebih lanjut, Perry menyampaikan, kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif telah mendorong yield US Treasury tetap tinggi, baik pada tenor jangka pendek maupun jangka panjang.

Kemudian, penguatan mata uang dolar AS secara luas terus berlanjut disertai berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS.

“Hal ini meningkatkan tekanan pelemahan berbagai mata uang dunia dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang,” ungkapnya.

Baca Juga: Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6% pada Desember 2024

Perry menambahkan, perkembangan ekonomi global yang diikuti dengan tetap tingginya ketidakpastian pasar keuangan global tersebut, memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatifnya terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Untuk memitigasi dampak tersebut, BI akan memperkuat bauran kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dan bersinergi erat dengan kebijakan stimulus fiskal Pemerintah.

“Upaya tersebut didukung dengan optimalisasi stimulus kebijakan makroprudensial dan akselerasi digitalisasi transaksi pembayaran yang ditempuh Bank Indonesia,” jelasnya.

Sedangkan dari sisi penawaran, kebijakan reformasi struktural pemerintah perlu terus diperkuat untuk mendorong sektor ekonomi yang dapat menyerap tenaga kerja.

Selanjutnya: Sinar Mas Land Akuisisi PT SuryamasDutamakmur Tbk (SMDM),Perluas Portofolio Strategis

Menarik Dibaca: Hujan Turun di Daerah Mana Saja? Ini Prakiraan Cuaca Besok (19/12) di Jawa Barat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×