Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan sikap tegas terhadap platform digital atau marketplace yang mangkir dari kewajiban pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2025, DJP memiliki kewenangan untuk mencabut penunjukan dan bahkan memutus akses marketplace yang tidak patuh.
Penunjukan platform digital sebagai pemungut PPh 22 tidak bersifat permanen. Jika platform tidak lagi memenuhi kriteria, seperti omzet minimum atau jumlah trafik pengakses, maka DJP dapat mencabut status tersebut secara jabatan, atau atas permintaan pihak platform itu sendiri.
Namun, bila platform tetap ditunjuk tetapi tidak menjalankan kewajibannya, DJP berhak memberikan sanksi administratif, dan bila perlu melakukan pemutusan akses terhadap platform tersebut. Langkah ini dilakukan setelah pemberian teguran sesuai ketentuan yang berlaku.
Baca Juga: DJP Tetapkan Kriteria Penunjukan Marketplace sebagai Pemungut Pajak
Adapun kewenangan pencabutan tertuang dalam Pasal 6 PER-15/PJ/2025, sedangkan ancaman pemutusan akses dijelaskan secara eksplisit dalam lampiran keputusan penunjukan (Diktum KETIGA).
"Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan beserta peraturan pelaksanaannya sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA, selain dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, juga dikenai sanksi berupa pemutusan akses setelah diberi teguran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," bunyi beleid tersebut.
Dengan kata lain, DJP bisa melakukan penindakan administratif hingga teknis terhadap platform digital yang tidak melaporkan, menyetor, atau memungut pajak sebagaimana mestinya.
Dengan peraturan ini, bukan hanya platform lokal seperti Tokopedia, Bukalapak, atau Shopee yang diawasi, tetapi juga raksasa digital global seperti Amazon hingga Alibaba, yang memiliki transaksi signifikan di Indonesia.
Selama mereka memenuhi kriteria (misalnya omzet di atas Rp600 juta per tahun), mereka bisa ditunjuk dan dimintai pertanggungjawaban pajak.
Baca Juga: DJP Menarik Pajak dari Instrumen Keuangan Kripto dan Bullion
Selanjutnya: WhatsApp Rilis Fitur Keamanan Baru, Dijamin Anti-Scam
Menarik Dibaca: Kenali Ciri-ciri Kucing Rabies Sebelum Terlambat,Simak Penjelasannya Berikut Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News