Reporter: Uji Agung Santosa | Editor: Uji Agung Santosa
MAGELANG. Tidak hanya bupati dan walikota saja yang menolak pemilihan kepala daerah (Pilkada) tak langsung lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Beberapa anggota DPRD ternyata juga tidak sependapat dengan pasal yang akan dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada tersebut.
Salah satu yang menolak adalah Wakil Ketua DPRD Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Yogyo Susaptoyono. Menurutnya saat ini sudah bukan zamannya lagi bupati atau walikota dipilih oleh DPRD. "Esensi demokrasi adalah kedaulatan ada di tangan rakyat," katanya, Jumat (12/9).
Yogyo merupakan anggota DPRD dari Partai kebangkitan Bangsa (PKB) periode 2014-2019. Dia bilang, tidak benar jika biaya tinggi dipakai sebagai alasan untuk mencabut hak rakyat dalam Pilkada. Sebab biaya penyelenggaraan Pilkada dinikmati rakyat untuk mendorong perekonomian wilayah.
Sedangkan jika bupati dan walikota dipilih oleh DPRD, maka efek berganda atau multiplier efek ke perekonomian daerah tidak ada. "Yang kaya hanya segelintir orang saja," katanya.
Pilkada langsung, menurut mantan wartawan nasional ini, juga akan mempermudah tugas seorang anggota DPRD. Sebab mereka tidak akan memiliki beban dan godaan untuk korup atau menerima suap dari calon bupati/walikota yang akan maju. "Saya maju sebagai wakil rakyat, jadi seharusnya membela kepentingan rakyat," katanya.
Seperti diketahui, RUU Pilkada banyak menemui pro kontra karena adanya keinginan DPR, terutama dari Partai Koalisi Merah Putih untuk kembali menyerahkan pemilihan bupati/walikota ke tangan DPRD. Penolakan atas RUU ini terus meningkat. Tidak hanya di media sosial, penolakan juga datang dari Bupati dan Walikota seluruh Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News