kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

5 cara Presiden ungkapkan kemarahannya


Rabu, 07 Agustus 2019 / 04:43 WIB
5 cara Presiden ungkapkan kemarahannya


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cara Presiden Joko Widodo dalam mengungkapkan kemarahan saat bertemu direksi PT PLN Persero pada Senin (5/8) menuai sorotan publik. Saat itu, Jokowi melakukan audiensi dengan jajaran direksi PLN atas peristiwa padamnya listrik di Jawa dan Bali sehari sebelumnya.

Bukan dengan nada tinggi, menggebrak meja, atau mengacung-acungkan telunjuk, pria asal Solo itu memilih mengekspresikan emosi melalui sederet kalimat bermakna mendalam, gesture, serta mimik wajah yang menegangkan. Awalnya, Plt Dirut PLN Sripeni Inten Cahyani menjelaskan soal penyebab padamnya listrik di sebagian besar Pulau Jawa dan Bali. Sekitar 10 menit ia berbicara. Setelah itu, Jokowi menanggapinya dengan berkata, "Penjelasannya panjang sekali".

Baca Juga: Istana anggap kemarahan Jokowi kepada Dirut PLN wajar, ini alasannya

"Pertanyaan saya, Bapak, Ibu, semuanya kan orang pintar-pintar, apalagi urusan listrik kan sudah bertahun-tahun. Apakah tidak dihitung, apakah tidak dikalkukasi kalau akan ada kejadian-kejadian sehingga kita tahu sebelumnya. Kok tahu-tahu drop," kata Jokowi.

Jokowi mengutarakan pernyataannya dengan nada berat dan datar. Tidak tampak senyum sedikit pun di dalam momen tersebut. "Yang paling penting, saya minta perbaiki secepat-cepatnya. Beberapa wilayah yang belum hidup segera dikejar dengan cara apa pun agar segera bisa hidup kembali," ucap dia. "Kemudian hal-hal yang menyebabkan peristiwa besar terjadi sekali lagi saya ulang jangan sampai terulang kembali. Itu saja permintaan saya. Oke terima kasih," ujar Kepala Negara.

Seluruh pernyataan Presiden Jokowi itu diungkapkan relatif singkat. Tidak sampai dua menit. Setelah itu, Jokowi langsung pergi meninggalkan kantor PLN. Ia menolak meladeni wawancara dengan media massa yang biasa dilakukannya setiap kunjungan. Jokowi memang memiliki gaya tersendiri dalam mengungkapkan emosi ketika menghadapi sesuatu yang dianggapnya keterlaluan.

Baca Juga: Jokowi marah dan langsung pergi usai dengar penjelasan plt dirut PLN

Berikut lima peristiwa saat Jokowi mengekspresikan emosi berdasarkan catatan pemberitaan Kompas.com:

1. Banting dokumen

Ketika masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, amarah kader PDI Perjuangan itu pernah terekam dengan jelas oleh awak media. Pada Jumat (18/10) siang, Jokowi mengunjungi kantor Wali Kota Jakarta Timur. Ia hendak meninjau loket pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), salah satu program andalannya. Tiba di lantai tiga bangunan, suasana tampak sepi. Hanya ada enam PNS yang duduk tersebar di ruangan cukup luas itu. Bahkan, seorang di antaranya tertangkap mata awak media sedang bermain game di komputer.

Kepala PTSP Chusnul Chotimah yang mendampingi Jokowi tampak gelisah. Ia mengambil jarak dengan Jokowi sambil menginstruksikan agar para PNS segera datang dan bekerja di ruangan tersebut. Bernada setengah berbisik, Jokowi berpesan kepada salah seorang stafnya, "Mas, catat nama orang-orang ini".

Baca Juga: Presiden Jokowi: Saya sudah 4 tahun ini dimaki, direndahkan, dihina, difitnah...

Sekitar lima menit menunggu, para abdi negara itu tidak kunjung tiba. Jokowi yang saat itu memegang sebundel dokumen langsung beranjak pergi tanpa mengatakan sesuatu apa pun. Bundelan dokumen tersebut kemudian ia banting di salah satu meja ruangan sehingga menimbulkan bunyi cukup keras, brakk!

Tidak ada salam perpisahan dengan PNS maupun wali kota, Jokowi keluar ruangan menuju kendaraan dinasnya. Raut wajahnya tegang, tanpa senyum sedikit pun. Saat memasuki kendaraannya, brakk. Kali ini, Jokowi membanting pintu mobilnya.

2. Gara-gara Setya Novanto

Bekas Ketua DPR Setya Novanto pernah membuat Presiden berang. Presiden Jokowi marah saat mengetahui transkrip percakapan Setya Novanto dengan pengusaha Reza Chalid serta Presiden Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin. Kala itu, ketiganya membahas renegosiasi kontrak Freeport. Namun, saat kejadian, diduga ketiganya mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait permintaan saham.

Menurut pemberitaan Kompas.com (8/12/2015), dalam pertemuan itu, Setya dan Reza diduga meminta sejumlah saham PT Freeport dan saham proyek listrik. Rekaman tersebut digunakan Menteri ESDM Sudirman Said untuk melaporkan pelanggaran etika Setya Novanto ke Mahkamah Kerhormatan Dewan. Presiden Jokowi pun melontarkan kekesalannya saat mengetahui namanya dicatut dalam kasus yang populer dengan sebutan "Papa Minta Saham" itu.

Baca Juga: Luhut: Tidak ada "papa minta saham" dalam proses divestasi Freeport

"Saya enggak apa-apa dikatakan Presiden gila, Presiden sarap, Presiden koppig, enggak apa-apa. Tapi kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut, meminta saham 11 persen, itu yang saya tidak mau. Enggak bisa!" kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (7/12/2015). "Ini masalah kepatutan, masalah kepantasan, masalah etika, masalah moralitas, dan itu masalah wibawa negara," kata dia sembari bergegas ke dalam ruangan dan tak lagi menghiraukan pertanyaan wartawan.

3. Dwell time Pelabuhan Belawan

Presiden Joko Widodo marah atas durasi bongkar muat barang atau dwell time di Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara, yang masih jauh dari harapan. Kemarahan itu diungkap Jokowi saat memberikan sambutan peresmian Terminal Peti Kemas Kalibaru, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (13/9/2016) pagi. "Di Belawan masih tujuh, delapan hari. Mau bersaing kayak apa kita kalau masih tujuh, delapan hari, coba?" ujar Jokowi.

Jokowi kemudian sempat bertanya mengenai pengelola Pelabuhan Belawan. Salah satu anak buahnya kemudian mengatakan bahwa pelabuhan itu dikelola PT Pelindo I. Jokowi menegaskan, Pelindo I tidak bisa lagi menggunakan cara lama untuk menurunkan dwell time. Ia bahkan mendapatkan informasi ada bentuk kecurangan di pelabuhan itu.

Baca Juga: Sri: Hanya Jokowi yang mau melototin pelabuhan

"Cara main-main seperti itu sudah tidak bisa lagi. Ada delapan crane, tapi yang dijalankan hanya satu crane. Untuk tawar-menawar saja. Enggak bisa seperti ini lagi," ujar Jokowi.

Informasi tersebut, lanjut Jokowi, baru dia terima dua hari yang lalu. Ia geram lantaran instruksinya untuk menurunkan dwell time sebenarnya sudah diungkapkan sejak lama. Di sisi lain, Jokowi juga menyoroti dwell time di sejumlah pelabuhan, antara lain Tanjung Priok, Makassar, dan Tanjung Perak. Meski dwell time ketiga pelabuhan itu lebih cepat daripada Belawan, Jokowi minta pengelola tidak langsung puas.

Di Terminal Tanjung Priok, misalnya, dwell time di sana sekitar 3,2 hari. Jokowi pun meminta pengelola semakin mempercepatnya lagi. "Jangan berhenti di tiga koma saja sudah senang. Saya minta lebih cepat," ujar Jokowi.

4. Investasi kedodoran

Salah satu hal yang juga selalu menarik urat Presiden Jokowi adalah soal kemudahan investasi di Indonesia. Tak terhitung berapa kali Jokowi mengungkapkan kekesalannya lantaran masih ada saja entitas, baik kementerian maupun pemerintah daerah, yang tidak ramah dalam investasi.

Pada Rabu (23/1/2018), misalnya. Jokowi mengungkapkan kejengkelannya dalam sebuah Rapat Kerja Pemerintah tentang Percepatan Kemudahan Berusaha di Daerah. Jokowi berulang kali melemparkan pernyataan bernada tinggi terkait perizinan di daerah yang berbelit-belit. "Saya jengkel ini. Alasan nomor satu calon investor balik badan, tidak jadi investasi di Indonesia, adalah regulasi. Kita kebanyakan perizinan, aturan, yang ruwet sampai detik ini," ucap Jokowi di Istana Negara ketika itu di hadapan seluruh gubernur dan ketua DPRD provinsi se-Indonesia.

Setahun setelahnya, tepatnya pada Kamis (9/5/2019), amarah Jokowi kembali memuncak akibat persoalan yang sama. Presiden kesal karena sistem perizinan masih berjalan lambat. Akibat lambat dan bertele-telenya perizinan, nilai investasi dan ekspor Indonesia terus kedodoran. "Jengkel saya tidak bisa menyelesaikan yang sudah kelihatan," kata Jokowi saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Hotel Shangri-La, Jakarta.

"Kalau lingkup kota, saya layani sendiri. Masih sanggup saya layani sendiri. Lingkup provinsi sanggup layani sendiri. Tapi ini lingkup negara besar, ini negara besar dengan 34 provinsi dan 514 kabupaten dan kota," kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini di depan para kepala daerah yang hadir.

Padahal, menurut Jokowi, banyak investor yang sudah datang dan berniat menanamkan investasi ke Indonesia. Namun, perizinan masih bertele-tele, baik di pusat maupun daerah, sehingga membuat para investor balik badan.

5. Dituduh anak PKI hingga anti-Islam

Setelah sempat tenggelam sekitar empat tahun, isu bahwa Jokowi anak PKI dan anti-Islam kembali mencuat menjelang kontestasi Pilpres 2019. Jokowi yang menjadi peserta pilpres akhirnya sibuk mengklarifikasinya ke sana sini. Tidak jarang, Jokowi pun meluapkan emosi ketika sedang mengklarifikasi isu-isu miring di masyarakat tersebut.

Salah satunya ketika Jokowi berpidato di dalam acara pembagian sertifikat lahan kepada 1.300 warga di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung, yang dihelat di Tenis Indoor Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah, Jumat (23/11/2018). "Presiden Jokowi itu dibilang anggota PKI. Kalau enggak percaya, lihat media sosial," ujar Jokowi.

Baca Juga: Presiden Jokowi sudah memaafkan La Nyalla yang menebar fitnah PKI dan Obor Rakyat

Menurut Jokowi, isu itu tidak masuk logika. Sebab, PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang pada 1965/1966, sementara Jokowi lahir 1961. Artinya, saat PKI dibubarkan, Jokowi baru berusia 4 tahun. "Mana ada anggota PKI balita," kata Jokowi yang disambut tawa peserta acara.


Tak hanya sebatas isu, tersebar pula foto Ketua Umum PKI DN Aidit yang sedang berpidato di depan podium dan ada sosok yang disebut sebagai Jokowi. Jokowi mengatakan, foto itu adalah dokumen dari sejarah yang diambil pada 1955 ketika ia belum lahir. "Saya belum lahir tapi sudah ada di situ. Gimana kita ini enggak... Mau saya tabok tapi orangnya di mana," ujar Jokowi yang kembali disambut riuh peserta acara.

Baca Juga: Jokowi: Jangan dipikir saya takut

Selama empat tahun, Jokowi mengaku tidak menggubris itu. Namun, faktanya, masih ada 6 persen masyarakat Indonesia yang percaya isu itu. Oleh sebab itu, Jokowi menganggap kini adalah waktu yang tepat untuk menjawab isu-isu tersebut. "Banyak yang terkejut juga waktu saya jawab itu. Mereka bilang, iya juga ya Pak. Saya bilang, ya iyalah," ujar Jokowi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Cara Jokowi Ungkap Kemarahan sejak Gubernur DKI, Banting Dokumen hingga Ingin Tabok Orang"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×