kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Yang dilabeli itu produk haram, bukan halal


Kamis, 27 Februari 2014 / 16:05 WIB
Yang dilabeli itu produk haram, bukan halal
ILUSTRASI. Sudah Turun 5%, Analis Ingatkan Harga Saham BUMI Bisa Turun Lagi, Cek Alasannya


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Calon Presiden Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra turut berkomentar mengenai pemberian sertifikasi halal yang masih menuai sorotan. Dia berpendapat, produk yang seharusnya diberi label atau sertifikasi di Indonesia bukanlah produk yang halal, melainkan produk haram.

"Untuk Indonesia yang diperlukan bukan label halal, tapi label haram. Karena mayoritas penduduk Indonesia Islam," kata Yusril di Jakarta, Kamis (27/2) siang.

Yusril menjelaskan, di negara Islam, pemberian label haram terhadap produk yang tidak boleh dikonsumsi umat islam, akan menjadi lebih simpel dan mudah. Pasalnya, jumlah produk yang haram tentunya jauh lebih sedikit dibanding produk yang halal.

"Kalau saya kemarin pergi ke Filipina misalnya, yang ditandai memang produk halal, karena mayoritas penduduk adalah Katolik. Kalau mayoritas Muslim kok dikasih halal juga. Kan aneh," ujarnya.

Yusril mencontohkan supermarket yang menjual produk mengandung daging babi. Produk itu ditandai dengan label haram dan bertuliskan mengandung daging babi. Hal tersebut menurut dia sudah tepat, dan harus dicontoh oleh pemerintah dan DPR dalam membuat kebijakan.

"Karena memang di supermarket, daging yang mengandung babi cuma sebagian kecilnya saja kan, tidak banyak jumlahnya," ujar dia.

Seperti diberitakan, masalah pemberian sertifikasi halal masih menuai sorotan. RUU Jaminan Produk Halal yang diusulkan atas inisiatif DPR sejak 2006 belum juga diselesaikan pembahasannya hingga akhir masa tugas periode 2009-2014.

Selain mengatur mengenai tarif dan PNBP, RUU itu juga akan mengatur mengenai lembaga yang akan memberikan sertifikasi halal. Usulan mengenai lembaga inilah yang menciptakan perdebatan panjang di internal Komisi VII maupun dengan pemerintah dan akhirnya RUU tersebut tak kunjung disahkan menjadi undang-undang. (Ihsanuddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×