Sumber: Kompas.com | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, pembagian kuota haji tambahan 2024 menyimpang dari niat awal Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
KPK mengatakan, Presiden Jokowi meminta kuota haji tambahan kepada Pemerintah Arab Saudi dengan niat untuk memangkas antrean haji di Tanah Air.
“Niat awal dari Pak Presiden datang ke sana (Arab Saudi) meminta kuota, alasannya, niat awal dan alasannya itu untuk memperpendek waktu tunggu haji reguler,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Baca Juga: KPK Usut Pembuat SK Pembagian Kuota Haji Tahun 2024
Asep mengatakan, kuota haji tambahan sebanyak 20.000 itu mestinya diperuntukkan bagi haji reguler agar waktu tunggu calon jemaah semakin pendek.
Namun pelaksanaannya justru tidak sesuai dengan tujuan awal Presiden. Kuota haji tambahan justru dibagi 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi penentuan kuota haji 2024 mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
“Di mana dalam perkara ini (kuota haji) hitungan awal dugaan kerugian negaranya lebih dari 1 triliun,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (11/8/2025).
Budi belum bisa memastikan penetapan tersangka terkait perkara penentuan kuota haji tersebut karena masih dibutuhkan pemeriksaan pihak-pihak yang berkaitan dengan konstruksi perkara.
“Nanti kami akan update ya, karena tentu dalam proses penyidikan ini KPK perlu memeriksa juga pihak-pihak yang mengetahui perkara ini,” ujarnya.
Adapun KPK menyatakan kasus dugaan korupsi terkait kuota haji era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas naik ke tahap penyidikan.
Baca Juga: Transisi ke BP Haji Masih Menunggu UU, Menag: Semakin Cepat, Semakin Baik
“Terkait dengan perkara haji, KPK telah menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023 sampai dengan 2024 ke tahap penyidikan,” kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
KPK menaikkan level pengusutan kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan karena KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai rasuah.
“KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi terkait dengan penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama Tahun 2023 2024, sehingga disimpulkan untuk dilakukan penyidikan,” kata Asep.
Maka, KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan atau Sprindik umum untuk kasus kuota haji tersebut.
Di kasus ini, KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 55 Ayat 1 plus 1 KUHP.
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur tentang tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pasal ini menjerat perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian negara.
Selanjutnya: Legenda Fotografi Kodak Terancam Bangkrut, Nasib Perusahaan 130 Tahun Ini Terancam
Menarik Dibaca: Kampanye Gampang di Canva Dukung Profesional Desain Bagi UMKM Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News