kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.009.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.440   10,00   0,06%
  • IDX 7.802   65,52   0,85%
  • KOMPAS100 1.089   10,48   0,97%
  • LQ45 793   4,55   0,58%
  • ISSI 266   4,02   1,53%
  • IDX30 411   2,13   0,52%
  • IDXHIDIV20 477   2,24   0,47%
  • IDX80 120   1,29   1,08%
  • IDXV30 131   2,92   2,28%
  • IDXQ30 132   0,22   0,17%

Tuntutan Reformasi Pajak Buruh Bisa Tingkatkan Daya Beli, tapi Berisiko Tekan Fiskal


Selasa, 02 September 2025 / 20:54 WIB
Tuntutan Reformasi Pajak Buruh Bisa Tingkatkan Daya Beli, tapi Berisiko Tekan Fiskal
ILUSTRASI. Ilustrasi pajak, tax Amnesty, tax ratio. Tuntutan Partai Buruh terkait reformasi perpajakan dapat meringankan beban pekerja formal, namun juga berpotensi menekan penerimaan negara.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

Josua mencatat, belanja perpajakan pada 2026 diproyeksikan mencapai Rp 563,6 triliun. Realisasi penuh tuntutan buruh dapat menambah ratusan triliun belanja perpajakan, sehingga mempersempit ruang fiskal. 

Dengan RAPBN 2026 yang dirancang defisit 2,48% PDB atau sekitar Rp 639 triliun, risiko pelebaran defisit bisa terjadi jika tidak diimbangi sumber penerimaan baru, seperti pajak individu berpenghasilan tinggi, pajak karbon, atau PPN digital.

“Jalan tengah bisa ditempuh, misalnya menaikkan PTKP tetapi tidak setinggi Rp7,5 juta, atau menghapus pajak pesangon, THR, dan JHT secara parsial. Dengan begitu, buruh terlindungi tetapi kesinambungan fiskal tetap terjaga,” kata Josua.

Baca Juga: Jaga Daya Beli, Pemerintah Tetap Kucurkan Insentif Fiskal pada 2026

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai tuntutan buruh cukup rasional untuk mendorong konsumsi rumah tangga dan menciptakan lapangan kerja.

“Misalnya soal PTKP menjadi Rp 7 juta, artinya disposable income pekerja bisa naik dan pada akhirnya konsumsi rumah tangga bisa tumbuh lebih tinggi,” ungkap Bhima.

Ia berpendapat, pemerintah tidak perlu khawatir kehilangan penerimaan dari PPh 21, karena peningkatan konsumsi masyarakat berpotensi mendorong penerimaan pajak lain seperti PPN.
 

Selanjutnya: Allianz Beberkan Sejumlah Tantangan di Lini Asuransi Rekayasa hingga Akhir 2025

Menarik Dibaca: 5 Aturan Emas Warren Buffett untuk Menghindari Jebakan Keuangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004

[X]
×