kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tarif sanksi administrasi pajak bisa lebih kecil, begini hitung-hitungannya


Senin, 09 September 2019 / 16:06 WIB
Tarif sanksi administrasi pajak bisa lebih kecil, begini hitung-hitungannya
ILUSTRASI. PelayanKetentuan sanksi administrasi pajak di RUU perpajakan bisa lebih kecil dari saat ini.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Di RUU tersebut,  pemerintah akan mengatur ulang sanksi administrasi perpajakan.

Dalam RUU tersebut ada empat poin pembahasan sanksi. Pertama, sanksi bunga atas kekurangan bayar karena pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan SPT masa.

Baca Juga: RUU perpajakan baru akan ada keringanan sanksi bagi wajib pajak yang kurang bayar

Saat ini sanksi atas pelanggaran tersebut dikenakan tarif 2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar. Nah, dalam RUU itu besaran tarif sanksi per bulan dihitung dari kalkulasi suku bunga acuan ditambah 5% dibagi dua belas.

Kedua, sanksi bunga atas kekuarangan bayar karena penetapan Surat Ketetapan Pajak (SKP) saat ini sebesar 2% per bulan dari pajak kurang bayar. Kelak, besaran tarif sanksi per bulan berdasarkan suku bunga acuan ditambah 10% dibagi dua belas.

Ketiga, sanksi bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tidak tepat waktu. RUU Perpajakan mengatur sanksi yang harus dibayarkan sebesar 1% dari dasar pengenaan pajak. Sebelumnya PKP dikenakan 2% dari dasar pengenaan pajak.

Keempat, sanksi denda bagi pengusaha yang tidak lapor usaha untuk dikukuhkan menjadi PKP. Saat ini, tidak ada sanksi administratif yang mengatur. Nah, di RUU tersebut memberikan sanksi 1% dari dasar pengenaan pajak.

Baca Juga: Tarif PPh badan bakal turun menjadi 20% mulai tahun 2021

Bila ditelaah sanksi ini memiliki untung dan rugi bagi pemerintah maupun wajib pajak (WP). Bila mengasumsikan perhitungan saksi pajak untuk jenis sanksi pertama menggunakan suku bunga acuan BI saat ini di level 5,25% atau menggunakan suku bunga SPN dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 di level 5,4% dibagi dua belas, maka tarif sanksi bagi wajib pajak bisa di bawah 1% atau lebih rendah daripada aturan saat ini.

Begitu pula dengan sanksi jenis kedua, dengan asumsi menggunakan suku bunga tersebut, sanks WP masih di bawah 2%.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama pengaturan ulang sanksi administratif perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan pajak sukarela.

Hestu menjelaskan sanksi yang berlaku saat ini merupakan warisan sejak tahun 1983. Artinya belum ada penyesuaian yang jelas dalam perhutungan tarif sanksi pajak. “Pengaturan ulang sanksi administratif untuk kesederhanaan perhitungan. Paradigma massa lalu adalah perlunya hukuman cukup berat atas ketidakpatuhan WP,” kata Hestu kepada Kontan.co.id, Senin (9/9).

Baca Juga: RUU perpajakan yang baru akan memasukkan seluruh insentif pajak

Lebih lanjut, Hestu bilang, upaya tersebut untuk membuat regulasi perpajakan lebih membumi dan adil bagi WP dan pemerintah dibandingkan yang saat ini diratakan 2% per bulan. Sehingga masyarakat diharapkan menjadi lebih patuh.

Dia bilang sanksi administrasi berupa bunga ini secara substansi ada dua tujuan. Pertama, menjaga hak negara, seharusnya sudah dibayar tetapi terlambat, sehingga ada cost of money yang mesti dibebankan atas keterlambatan tersebut.

Kedua, mengedukasi WP agar lebih patuh tidak terlambat lagi dalam segala aspek kewajiban. “Hal Itu tercermin dalam komponen suku bunga yang berlaku tersebut dan komponen 5% serta 10%  tambahan dari suku bunga,” kata Hestu.

Untuk patokan suku bunga, Hestu mengatakan, pihaknya belum menentukan antara menggunakan suku bunga acua BI atau suku bunga SPN. Yang jelas suku bunga akan diatur dalam pembahasan RUU, sebelum ditetapjkan menjadi Undang-Undang.

Baca Juga: Pengusaha menyambut baik RUU Perpajakan

Tidak hanya sanksi,  DJP  sedang mempertimbangkan formula yang sama untuk pemberian imbalan bunga kepada WP. Misalnya bagi WP yang sudah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan sudah membayar. Kemudian WP merasa keberatan atau banding diterima, maka DJP harus mengembalikan pajak yang sudah dibayarkan si wajib tersebut ditambah imbalan bunga.

“Saat ini besarnya imbalan bunga juga 2% per bulan. Ke depan kita akan ubah formulasinya berdasarkan pendekatan suku bunga seperti untuk sanksi di atas,” ungkap Hestu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×