Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - KUALA LUMPUR. Rencana penerapan tarif impor oleh Amerika Serikat (AS) berpotensi memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3 hingga 0,5 poin persentase.
Namun jeda 90 hari yang diumumkan AS memberikan ruang bagi Indonesia untuk mencari solusi, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada Reuters, Kamis (10/4).
Sri Mulyani menyambut baik langkah jeda sementara tersebut, karena memberikan kesempatan untuk mengurangi atau bahkan menghindari risiko perlambatan ekonomi akibat tarif.
Baca Juga: Potensi PHK Bertambah Imbas Kebijakan Tarif Trump, Kemnaker Angkat Bicara
“Dalam estimasi kondisi saat ini, sebelum adanya jeda, potensi pertumbuhan kami bisa turun antara 0,3% hingga 0,5% dari PDB,” ujarnya dalam wawancara di sela pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN di Malaysia.
Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan sejumlah langkah untuk menghindari dampak tarif tersebut, termasuk peningkatan ekspor ke AS, insentif pajak, penyederhanaan prosedur impor, dan pelonggaran aturan kandungan lokal.
Menurut Sri Mulyani, langkah-langkah ini juga merupakan bagian dari reformasi struktural ekonomi nasional.
Indonesia menargetkan pertumbuhan PDB sebesar 5,2% tahun ini, setelah membukukan 5,03% pada 2024. Presiden terpilih Prabowo Subianto bahkan membidik pertumbuhan hingga 8% pada 2029.
Baca Juga: IPhone Bakal Makin Mahal! Tarif Trump bisa Dorong Harga Tembus Rp 58 Juta
Meski demikian, otoritas Indonesia meyakini dampak tarif AS terhadap ekonomi akan terbatas, mengingat struktur ekonomi domestik yang lebih banyak ditopang oleh pasar dalam negeri.
Berdasarkan data pemerintah, AS merupakan tujuan ekspor terbesar ketiga bagi Indonesia, dengan nilai pengiriman sebesar US$26,3 miliar pada 2024.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan memanfaatkan masa jeda 90 hari untuk merumuskan kerangka kerja sama yang “dihormati secara timbal balik” oleh negara mitra, serta memperkuat koordinasi dengan negara-negara ASEAN guna meningkatkan ketahanan kawasan.
“Kita harus tetap berhati-hati... Belanja negara harus lebih efisien, tepat sasaran, dan efektif untuk mendukung pertumbuhan, termasuk dari sisi kebijakan moneter,” jelasnya.
Terkait tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh rekor terendah, Sri Mulyani menilai kondisi tersebut bersifat sementara dan menegaskan pemerintah tetap fokus pada indikator fundamental seperti utang korporasi dan rasio utang pemerintah terhadap PDB.
Baca Juga: Trump Tunda Kebijakan Tarif Impor Selama 90 Hari, Ini Alasannya
Rupiah ditutup menguat hingga 0,30% ke level 16.830 per dolar AS hari ini, setelah dua hari sebelumnya mencetak rekor terlemah sejak pasar kembali dibuka pasca libur panjang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga bangkit kembali di atas level 6.000, melonjak hingga 5%, setelah sempat anjlok pada Selasa karena kekhawatiran pasar terhadap dampak tarif AS.
Selanjutnya: US Tariffs May Cut Indonesia Growth by Up to 0.5 Percentage Points, Minister says
Menarik Dibaca: 10 Sayuran yang Tidak Boleh Dikonsumsi Penderita Diabetes secara Berlebihan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News