Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik untuk Pelindungan Anak (PP Tunas).
Regulasi ini hadir sebagai tonggak penting untuk memastikan ruang digital menjadi tempat yang aman dan sehat bagi anak-anak. Namun, pelindungan digital tak bisa mengandalkan aturan semata, dibutuhkan keterlibatan aktif dari orang tua dan masyarakat.
Untuk mendukung implementasi regulasi ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) bertajuk “Ruang Digital Aman dan Sehat Bagi Anak” di Palembang, Sumatra Selatan (31/7). Acara ini menyasar komunitas orang tua, pegiat literasi digital, hingga tokoh keagamaan.
“PP ini bukan melarang anak mengakses internet, tapi memberi tangga bertahap agar mereka dapat mengenal teknologi secara aman,” ujar Yudi Syahrial dari Direktorat Kemitraan Komunikasi Lembaga dan Kehumasan, Kemkomdigi dalam keterangannya, Jumat (1/8). Ia menegaskan, pelibatan keluarga adalah kunci utama keberhasilan regulasi ini.
Baca Juga: Enam Menteri Teken Komitmen Bersama, Lindungi Anak di Internet
PP Tunas mengatur kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE)—seperti media sosial, platform gim, hingga layanan keuangan digital—untuk menghadirkan fitur yang ramah anak. Harapannya, anak-anak yang merupakan generasi digital native dapat tumbuh dengan literasi digital yang kuat dan perlindungan yang memadai.
Sariaty Dinar Silalahi, perancang regulasi dari Direktorat Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi, menekankan pentingnya pembatasan usia. “Otak anak masih menyerap semua informasi mentah-mentah. Mereka belum mampu memilah seperti orang dewasa. Di sinilah peran orang tua sangat penting,” jelasnya.
Data UNICEF 2023 menunjukkan, 13,4% anak merahasiakan akun media sosial dari orang tuanya, sementara 32,1% anak kerap membagikan data pribadi secara terbuka. Ancaman seperti grooming hingga pencurian data pun mengintai.
Pakar budaya digital, Rulli Nasrullah, mengingatkan bahwa perilaku digital anak mencerminkan kebiasaan orang tuanya. “Jangan salahkan anak jika mereka kecanduan gawai. Kita pun perlu berkaca, apakah sudah memberi contoh yang sehat” katanya. Ia menyarankan penggunaan aplikasi pengawasan dan pembatasan waktu layar sebagai langkah awal.
Baca Juga: Australia Tambahkan YouTube ke Larangan Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun
Sementara itu, konten kreator sekaligus orang tua, Indah Rizky Ariani, berbagi pendekatan berbeda. Ia memilih membangun kebiasaan membaca buku sejak dini alih-alih memberikan gawai. “Anak harus dibimbing agar tidak terjebak konten negatif. Buku bisa jadi jalan alternatif yang menumbuhkan rasa ingin tahu secara sehat,” ujarnya.
Indah juga mengingatkan orang tua untuk tidak lengah dengan akses digital dari lingkungan sekitar. Keterbukaan komunikasi antara anak dan orang tua menjadi benteng penting agar anak tak tersesat dalam arus informasi yang menyesatkan.
PP Tunas adalah langkah awal. Namun, tanpa sinergi antara pemerintah, orang tua, dan komunitas, pelindungan anak di ruang digital akan sulit terwujud. Kini saatnya semua pihak turun tangan, demi masa depan generasi yang lebih aman dan cerdas di era digital.
Selanjutnya: Intra Golflink (GOLF) Capai Pertumbuhan Pendapatan dan Laba pada Paruh Pertama 2025
Menarik Dibaca: DLH Jakarta Luncurkan Fitur eMaggot di Aplikasi eKSR, Sistem Digital Jual Beli Magot
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News