Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, pemerintah belum membahas lebih lanjut terkait rencana revisi Undang-Undang (UU) Keuangan Negara.
Sebagaimana diketahui, Komisi XI DPR RI memasukan prioritas RUU Keuangan Negara dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
“Belum, belum ada pembahasan. Belum ada diskusi kesana sampe sekarang. Tapi yang jelas, kita akan memaksimalkan anggaran yang ada sesuai dengan batas yang ada,” tutur Purbaya kepada awak media, Jumat (26/9/2025).
Purbaya memastikan aturan defisit dan rasio utang dalam RUU Keuangan Negara nantinya akan diarahkan agar dampaknya optimal bagi perekonomian. Dalam hal ini, dana yang tersedia tidak akan dibiarkan menganggur hingga akhir tahun, melainkan diupayakan untuk segera diaktifkan.
Ia menambahkan, jika pada kondisi tertentu terdapat kebutuhan mendesak, barulah hal itu akan dipikirkan kembali.
“Tapi gini, kalau ekonominya tumbuh cepet, kan pajak juga kenceng juga. Pasti turun juga nanti rasio produk domestik bruto-nya (PDB) (utang dan defisit),” jelasnya.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Bantah Adanya Fiscal Dominance, Pastikan Fiskal dan Moneter Selaras
Purbaya menjelaskan pada masa pemerintahan sebelumnya di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ketika sektor swasta berjalan lebih aktif, rasio pajak terhadap PDB sekitar 0,5% lebih tinggi dibandingkan periode Presiden Jokowi.
Menurutnya, selisih tersebut sudah bernilai lebih dari Rp 100 triliun dan menjadi tambahan penerimaan tanpa upaya tambahan. Purbaya menambahkan, jika pertumbuhan ekonomi bisa lebih cepat, hasilnya akan semakin baik. Misalnya, apabila pertumbuhan ekonomi naik 1% dari 5% menjadi 6%, maka tambahan sebesar 1% dari PDB setara dengan sekitar Rp250 triliun.
“(Ditotal) Rp 350 triliun saya tambahnya. Makanya kita berusaha mati-matian sekarang untuk memastikan kebijakan yang saya dorong kemarin jalan. Dan nanti kita gak lama juga akan adakan di bottlenecking di private sector,” jelasnya.
Sebelumnya, Purbaya menyebut pihaknya tidak akan mengubah batasan defisit maupun rasio utang dalam APBN dalam Rancangan Undan-Undang (RUU) Keuangan Negara.
Ia mengungkapkan dalam penyusunan APBN, pemerintah akan tetap mematuhi batasan defisit dengan maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), sesuai aturan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara di Indonesia.
Purbaya juga menekankan, apabila keputusan kebijakan yang diambilnya berdampak postif bagi perekonomian, maka perekonomian akan lebih bergairah dan pendapatan pajak juga meningkat.
Dengan demikian, menurutnya seharusnya tidak perlu ada perubahan undang-undang untuk menaikkan defisit maupun batas utang yakni 60% dari PDB.
Namun, Purbaya menilai, penetapan defisit APBN dan rasio utang dalam UU No 17 Tahun 2023 tersebut kurang berdasar. Batas tersebut, menurutnya, muncul ketika kebijakan di kebanyakan negara maju, seperti Amerika dan Eropa yang menganggap bisa menjadi indikator suatu negara membayar utang.
“Jadi sebetulnya yang dilihat adalah dua negara itu mampu. Jadi angka-angka itu nggak ngaruh hanya indikator awal aja. Cuma yang dilihat oleh investor adalah apakah dia mampu membayar utang atau mau membayar utang,” jelasnya.
Baca Juga: Bertemu Gubernur BI, Purbaya: Kebijakan Kemenkeu dan BI Selaras
Selanjutnya: Begini Nasib Emiten BUMN Karya di Tengah Penurunan Status Kementerian BUMN
Menarik Dibaca: Tips Praktis Nutrisi Anak Gen Alpha Lewat Susu & Mikronutrien
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News