kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.928.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.520   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.833   5,05   0,07%
  • KOMPAS100 987   -1,19   -0,12%
  • LQ45 765   1,61   0,21%
  • ISSI 218   -0,33   -0,15%
  • IDX30 397   1,17   0,30%
  • IDXHIDIV20 467   0,48   0,10%
  • IDX80 112   0,13   0,12%
  • IDXV30 114   0,08   0,07%
  • IDXQ30 129   0,38   0,29%

Shortfall penerimaan pajak diprediksi bisa lebih dari Rp 200 triliun


Minggu, 29 Desember 2019 / 16:15 WIB
Shortfall penerimaan pajak diprediksi bisa lebih dari Rp 200 triliun
ILUSTRASI. Petugas melayani wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran, Jakarta, Selasa (25/6/2019).


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Penerimaan pajak pada 2019 ini diproyeksi semakin jauh dari target. Bahkan proyeksi pemerintah, shortfall penerimaan pajak 2019 bisa mencapai Rp 140 triliun hingga Rp 200 triliun.

Namun sejumlah pengamat pajak memprediksi penerimaan pajak tahun ini akan menghadapi balada super shortfall atau bisa kekurangan penerimaan pajak di atas Rp 200 triliun dari target.

Baca Juga: Penerimaan pajak 2019 semakin jauh dari target, apa yang salah?

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pekan depan efektif hari kerja tinggal satu hari. Sehingga mustahil bila penerimaan pajak bisa bertambah Rp 300 triliun atau bahkan masih sulit mendekati target penerimaan pajak tahun lalu.

Sementara proyeksi Prastowo level terendah shortfall pajak tahun ini sebesar Rp 236,7 triliun. “Perencanaan tidak kredibel, kalau meleset lebih dari Rp 100 triliun pada outlook namanya bukan shortfall lagi, tapi super shortfall,” kata Prastowo kepada Kontan.co.id, Jumat (27/12).

Sejalan, Pengamat Pajak Danny Darussalan Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan shortfall pajak tahun 2019 sebesar Rp 259 triliun. Kondisi penerimaan pajak yang jauh dari ekspektasi lantaran tidak adanya kebijakan pajak yang signifikan dilakukan dalam semester  I-2019 untuk menggali potensi pajak.

Baca Juga: Pemerintah tak gunakan SAL untuk tambahan pembiayaan defisit APBN 2019

Oleh karena itu, menurutnya saat ini upaya ektra effort dalam rangka ekstensifikasi sudah tidak mungkin dilaksanakan. Otoritas pajak dinilai hanya bisa mengandalkan sumber penerimaan yang sifatnya siklus rutin saja.

“Inilah fakta yang memang harus diterima oleh pemerintah terkait dengan penerimaan pajak. Jadi, lebih baik tenaga, pikiran, dan waktu yg tersisa digunakan untuk strategi 2020,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Jumat (27/12).

Tentu, fakta realisasi penerimaan pajak 2019 ini dijadikan renungan utk menuju tahun 2020. Apakah dengan merumuskan kembali target pajak 2020 untuj lebih realitis lagi dan/atau merumuskan kebijakan pajak untuk memperluas basis pajak yang terdiri dari subjek pajak dan objek pajak baru.

Darussalam menambahkan pemerintah harus tetap fokus pada reformasi pajak yang sedang berlangsung meliputi reformasi atas organisasi, prosed bisnis, sumber daya manusia, data dan informasi, serta revisi Undang-Undang (UU) Pajak.

Baca Juga: Duh, di Masa Pemerintahan Jokowi Asumsi APBN Sering Meleset

Kata Darussalam bila pemerintah hanya memiliki senjata Rancangan Undang-Undang (RUU) Fasilitas Perpajakan untuk Pengutan Ekonomi atawa Omnibus Law Perpajakan saja akan sulih menggerek penerimaan pajak di tahun-tahun selanjutnya.  

Sehingga, pemerintah juga harus segera menyiapkan Revisi Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), RUU PPh, dan RUU PPN sebagai strategi pencapaian penerimaan pajak dari sisi kebijakan dan aturan perpajakan.

“Substansi utamanya tetap di RUU KUP, RUU PPh, dan RUU PPN, tentu juga harus didukung oleh administrasi pajak yang handal,” kata Darussalam.

Baca Juga: Beberapa asumsi APBN 2019 masih meleset jelang akhir tahun, apa saja?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×