kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penerimaan pajak 2019 semakin jauh dari target, apa yang salah?


Minggu, 29 Desember 2019 / 16:00 WIB
Penerimaan pajak 2019 semakin jauh dari target, apa yang salah?
ILUSTRASI. Pelayanan pajak di kantor Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Jakarta, Kamis (27/12).


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Akhir tahun 2019 tinggal menghitung jam. Artinya batas waktu otoritas pajak mengejar penerimaan negara semakin sempit. Mampukah Ditjen Pajak Kementerian Keuangan menambal penerimaan pajak sebesar Rp 311 triliun?

Berdasarkan bisikan sumber Kontan.co.id di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerimaan pajak sampai dengan 26 Desember 2019 baru mencapai 80,29% dari target akhir tahun sebesar Rp 1.577,6 triliun. Artinya penerimaan pajak baru sekitar Rp 1.266,65 triliun.

Dengan target tersebut, otoritas pajak harus bergegas mengejar sekitar 19% dari total target ujung tahun 2019. Namun demikian, pemerintah menyadari bahwa pelemahan ekonomi global yang berdampak ke dalam negeri membuat realisasi penerimaan pajak meleset dari target yang ditetapkan.

Baca Juga: Pemerintah tak gunakan SAL untuk tambahan pembiayaan defisit APBN 2019

Pencapaian penerimaan pajak sampai dengan November 2019 yang baru 72% dari target sudah mencerminkan kegelisahan pemerintah.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan penurunan harga komoditas di pasar global menyebabkan pertumbuhan pajak penghasilan (PPh) Migas mengalami kontraksi pertumbuhan negatif.

Setali tiga uang, penurunan harga komoditas energi di akhir tahun 2018 sebagai basis penghitungan PPh Pasal 25/29 atau PPh Badan di tahun 2019 memberikan tekanan yang sama.

Menkeu bilang gejolak ekonomi dan geopolitik global masih membayangi perekonomian domestik, mulai dari perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China, proses brexit yang belum menemukan titik temu, krisis presidential di Venezuela, hingga perlambatan ekonomi di Asia. 

“Pada 2019 perekonomian global terus menghadapi ketidakpastian baik dari geopolitik, policy yang semuanya menciptakan pengaruh terhadap perlemahan ekonomi global. Dari sisi Migas, harga minyak dan lifting minyak di bawah prediksi, sementara nilai tukar rupiah menguat,” kata Sri Mulyani beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Pemerintah pangkas de minimis value, begini efeknya menurut ekonom

Kemenkeu mencatat perkembangan asumsi dasar ekonomi makro dilihat dari sisi harga minyak mentah Indonesia berdasarkan data per 16 Desember 2019 sebesar US$ 63,1 per barel, lebih rendah daripada outlook APBN sebesar US$ 70 per barel.




TERBARU

[X]
×