Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Kepala Laboratorium Departemen Ekonomika dan Bisnis UGM, Kun Haribowo, juga memperkirakan shortfall cukup besar, terutama dari PPh migas, PPh 21, dan PPN dalam negeri. “Restitusi juga cukup besar,” tambahnya.
Sejalan dengan itu, Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar memprediksi realisasi penerimaan pajak kemungkinan hanya sekitar 90% dari target.
Menurutnya, meski insentif DTP dicatat sebagai belanja pemerintah, dampaknya tetap berpengaruh pada keseimbangan fiskal.
Baca Juga: Korporasi Sudah Setor Pajak Rp 61 Triliun ke Kas Negara Hingga Maret 2025
“Pada akhirnya menjadi tantangan yang sama yakni defisit anggaran. Defisit APBN perlu dijaga tidak boleh lebih dari 3% produk domestik bruto (PDB),” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono, memperkirakan tanpa extra effort penerimaan pajak tahun ini hanya akan mencapai 82% dari outlook.
Meski begitu, ia menilai potensi lonjakan tetap ada. “Biasanya lonjakan penerimaan di akhir tahun muncul karena kompromi antara petugas pajak dan wajib pajak, khususnya BUMN. Apalagi pembayaran pajak itu tidak mengganggu likuiditas perusahaan,” jelasnya.
Selanjutnya: Mempertebal Likuiditas Saham, Pengendali Lepas Kepemilikan PANI Rp 2,50 Triliun
Menarik Dibaca: 5 Sosok Makhluk Mistis Legendaris Korea yang Sering Jadi Hantu di Drakor
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News