Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dinilai akan sangat sensitif terhadap postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana, menyampaikan depresiasi rupiah akan berdampak ganda terhadap APBN.
Pertama dampak depresiasi yang dalam akan menaikkan belanja pemerintah, terutama untuk membayar utang. Kedua, depresiasi rupiah akan mendorong peningkatan penerimaan negara dari sisi ekspor.
“Maksudnya untuk pembayaran utang luar negeri dalam bentuk denominasi USD akan memberatkan nantinya. Ini akan mendorong nilai tersebut (belanja dan utang). Tapi di sisi positifnya ada penerimaan dari ekspor yang juga akan naik,” kata Fikri kepada Kontan, Jumat (26/9/2025).
Fikri menambahkan, depresiasi rupiah yang terjadi hingga saat ini juga berdampak pada yield Surat Utang Negara (SUN) yang mengalami kenaikan, baik dari denominasi USD dan juga rupiah.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Ungkap Defisit APBN Agustus 2025 Melebar Menjadi 1,35% dari PDB
“Dana ini yang akan memberikan biaya tambahan jika pemerintah akan menerbitkan surat utang baru. Ini yang akan jadi kekhawatiran lanjutan nantinya,” jelasnya.
Menurut Fikri, jika pemerintah menerbitkan surat utang baru, maka kupon yang berlaku akan bersifat fixed rate hingga jatuh tempo. Artinya, biaya dana lebih tinggi harus ditanggung dalam jangka panjang.
“Di sisi lain dengan depresiasi rupiah mungkin kita juga lihat ada mulai meningkatnya ketidakpercayaan terhadap risk of market terhadap pasar Indonesia. Nah ini yang sulit untuk diukur,” tambahnya.
Menurut Fikri, menjaga stabilitas rupiah memang merupakan tugas Bank Indonesia. Namun, pemerintah juga bisa berperan dengan memperkuat sisi fiskal.
“Pemerinah bisa mendorong kepercayaan pasar terhadap sisi fiskal Indonesia, untuk mengapresiasi rupiah,” jelasnya.
Baca Juga: Faktor Global dan Musiman Bikin Defisit Transaksi Berjalan Melebar Kuartal II 2025
Kepercayaan pasar ini, lanjut dia, bisa ditumbuhkan lewat disiplin fiskal. Ia menyarankan pemerintah untuk mendorong kepercayaan fiskal bahwa meskipun terjadi pelebaran defisit APBN, tetap masih relative soft atau tidak membebani keuangan negara.
“Meyakinkan pasar bahwa defisit fiskal masih sesuai dengan yang diperbolehkan dalam undang-undang, yakni di 3% (batas atas),” terangnya.
Fikri menambahkan, pemerintah juga perlu memastikan APBN 2026 disusun lebih hati-hati.
“Sehingga walaupun mungkin akan ada tambahan defisit fiskal pada tahun 2026, pemerintah juga optimis bahwa ada penerimaan yang akan lebih baik juga ya,” tandasnya.
Berdasarkan analisis sensitivitas Kementerian Keuangan dalam Nota Keuangan dan APBN 2025, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp 100 per dolar AS akan berdampak pada kenaikan penerimaan negara Rp 4,7 triliun, tetapi sekaligus memicu lonjakan belanja negara Rp 8 triliun, sehingga defisit anggaran melebar Rp 3,4 triliun.
Baca Juga: Ekonom Menilai Indikatof Fiskal APBN Agustus 2025 Cerminkan Ekonomi Domestik Tertekan
Dengan rata-rata spread kurs rupiah secara year to date (ytd) selama periode Januari–September 2025 telah melemah Rp 411 per dolar AS, maka dampaknya diproyeksikan lebih besar terhadap sensitivitas APBN 2025.
Dalam hitungan Kontan, dengan nilai spread tersebut penerimaan negara akan bertambah sekitar Rp 19,3 triliun, terutama ditopang oleh kenaikan penerimaan perpajakan sebesar Rp 11,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp 7 triliun.
Namun, sisi belanja meningkat lebih tinggi yakni sekitar Rp 32,9 triliun, terdiri atas tambahan belanja pemerintah pusat Rp 30,8 triliun dan transfer ke daerah Rp 2,1 triliun.
Alhasil, pelemahan rupiah Rp 411/US$ berpotensi memperlebar defisit APBN sekitar Rp 14 triliun. Dampak lainnya, kebutuhan pembiayaan anggaran juga bertambah sekitar Rp 1,2 triliun.
Kementerian Keuangan sebelumnya menegaskan perhitungan analisis sensitivitas dengan metode linier (ceteris paribus). Artinya, belum memperhitungkan faktor kebijakan tambahan maupun respons pelaku pasar yang bisa mempengaruhi kondisi fiskal secara riil.
Baca Juga: Realisasi Belanja Pusat Baru Terserap 51,4% pada Agustus 2025
Selanjutnya: Saat Rupiah Melemah, Investasi Valas Dinilai Prospektif
Menarik Dibaca: Ramalan Zodiak Karier dan Keuangan Terbaru Besok Sabtu, 27 September 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News