Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan UU No 13 Tahun 2023 tentang Ketenagakerjaan (RUU Ketenagakerjaan) mulai dibahas.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan ada sejumlah hal yang ingin dimasukan dalam RUU baru ini, salah satunya perubahan formulasi pernghitungan upah minimum yang layak.
Pihaknya mengusulkan agar rancangan balied ini mengakomodasi upah minimum sektoral secara nasional. Hal itu untuk memastikan agar tidak ada kesenjangan upah yang terlalu mencolok di beberapa daerah. Misalnya, antara buruh di Karawang, Jawa Barat dengan buruh di Jogja.
Baca Juga: RUU Ketenagakerjaan Akan Dibahas, Buruh Minta Aturan Outsourcing Terbatas 5 Sektor
"Kesenjangan upah yang begitu mencolok ini tidak adil bagi pekerja secara umum untuk ikut menikmati hasil pertumbuhan ekonomi secara nasional. Kami dari KSPN ingin mengusulkan, ini agak radikal, yaitu diberlakukannya upah minimum sektoral secara nasional,” kata Ristadi di Gedung Parlemen, Selasa (23/9).
Menurutnya, kenaikan upah minimum nasional yang dipukul rata selama ini masih menimbulkan kesenjangan upah antar buruh di daerah.
Dengan kebijakan itu, dia menilai buruh dengan upah rendah akan semakin tertinggal. Sebaliknya, buruh dengan upah minimum tinggi upahnya semakin melejit.
Walau begitu, dirinya menyadari bahwa kebijakan ini tidak dapat diterapkan langsung. Sehingga KSPN juga mengusulkan agar ada masa transisi berupa presentase kenaikan yang lebih tinggi khusus kepada daerah dengan upah minimum yang rendah.
"Ketika nilai upah minimum antardaerah semakin dekat, waktunya inilah kemudian bisa kita berlakukan yang namanya upah minimum sektoral nasional. Sektor otomotif sendiri, kemudian sektor pertambangan sendiri dan seterusnya," jelasnya.
Sementara itu, Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat, Roy Jinto mengusulkan agar balied anyar ini mewajibkan bagi kabupaten/kota menerapkan kebijakan upah minimum atau UMK.
Baca Juga: Presiden Janji Segera Bahas RUU Ketenagakerjaan
Menurutnya, aturan yang berlaku sekarang cenderung memberikan opsi bagi kabupaten/kota untuk tidak menerapkan UMK, mengingat frasa yang digunakan adalah "dapat".
Padahal dia menegaskan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Kabupaten/Kota wajib menentukan besaran UMK-nya.
"Karena ini adalah Undang-undang yang baru sesuai dengan Putusan MK No. 168, pertama adalah bahwa upah minimum kabupaten/kota ini kami mengusulkan menjadi wajib bagi daerah yang selama ini upah minimumnya adalah UMK,” kata Roy.
Selanjutnya: Menilik Kontribusi Proyek Unit 7 yang Bakal Dongkrak Kinerja Spindo (ISSP)
Menarik Dibaca: 6 Makanan yang Tidak Boleh Dimakan bersama Madu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News