Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam menyoroti tuntutan Serikat Pekerja atau Buruh yang meminta kenaikan upah hingga 10,5% di tahun 2026.
Bob menjelaskan bahwa saat ini hal mendesak yang perlu dilakukan ialah memperbaiki daya beli masyarakat yang dinilai melemah dan bukan kenaikan upah.
“Yang penting itu daya beli bukan kenaikan gaji. Jadi kalau naik gaji harga-harga naik percuma juga,” ujarnya kepada KONTAN, Kamis (21/8).
Bob mengungkapkan bahwa tuntutan para buruh untuk meminta kenaikan upah ini dapat memicu naiknya harga-harga kebutuhan pokok, sehingga bakal memberatkan pekerja.
“Kalau serikat pekerja belum apa-apa sudah pasang angka, apakah ini tidak membuat psikologis kenaikan harga? Ini justru akan memberatkan buruh,” ungkapnya.
Baca Juga: Kabar Gembira, Penyaluran BSU Berpotensi Ada Lagi, Ini Bocoran dari Kemenkeu
Di samping itu, Bob berpandangan bahwa upah minimum provinsi (UMP) ini seolah-olah dipolitisasi, padahal menurutnya masih ada upah lainnya seperti upah yang ditetapkan melalui perundingan antara pekerja dengan pengusaha tanpa melibatkan pihak ketiga (upah bipartit).
“Kenapa selalu upah minimum yang dipolitisasi padahal masih ada upah bipartit, struktur skala upah dan upah produktivitas. Ada juga upah karena meritokrasi. Biarlah upah beragam sesuai Perusahaan masing-masing, sedangkan upah minimum ini treshhold batas bawah,” pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan puluhan ribu buruh bakal menggelar aksi serentak di seluruh penjuru Indonesia pada Kamis, 28 Agustus 2025 mendatang.
Adapun buruh akan melayangkan dua butir tuntutan, pertama buruh menuntut kenaikan upah minimum nasional sebesar 8,5%–10,5% pada tahun 2026.
“Perhitungan ini berdasarkan formula resmi yang ditetapkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 168, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu,” kata Iqbal melalui keterangan resminya, Rabu (20/8).
Iqbal menjelaskan, data menunjukkan inflasi dari Oktober 2024 hingga September 2025 diproyeksikan mencapai 3,26%, sementara pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,1–5,2%. Dengan demikian, kenaikan upah minimum yang layak berada pada angka 8,5%–10,5%.
Baca Juga: Urutan UMK Jawa Tengah 2025 dari Tertinggi Hingga Terendah
Selain itu, lanjut dia, pemerintah mengklaim angka pengangguran menurun dan tingkat kemiskinan berkurang. Jika demikian, seharusnya ada keberanian untuk menaikkan upah agar daya beli buruh dan masyarakat meningkat, sehingga turut mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Berikutnya, tuntutan kedua adalah meminta hapus outsourcing. Di mana, putusan Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa praktik outsourcing dalam UU Cipta Kerja harus dibatasi hanya pada jenis pekerjaan tertentu. Namun kenyataannya, praktik outsourcing masih meluas, termasuk di BUMN.
“Pekerjaan inti tidak boleh di-outsourcing. Outsourcing hanya untuk pekerjaan penunjang, misalnya keamanan. Karena itu, buruh menuntut agar pemerintah mencabut PP No. 35 Tahun 2021 yang melegalkan outsourcing secara luas,” pungkas Iqbal.
Selanjutnya: Semarak Kemerdekaan, Isuzu Beri Cashback untuk Para AGUS di Agustus
Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (22/8), Provinsi Ini Siaga Waspada Hujan Lebat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News