Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai tulang punggung proses kepailitan, kurator dirasa perlu punya aturan main oleh pemerintah. Beberapa ketentuan soal kurator diniatkan akan masuk dalam ikhtiar revisi UU 37/20014 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Sekretaris Tim Kelompok Kerja (Pokja) revisi beleid tersebut, Raymon bilang ketentuan ini ditujukan guna meningkatkan profesionalitas kurator.
"Niatnya ya bagaimana profesi kurator dapat ditingkatkan profesionalitasnya. Bahasanya ya bagaimana kurator ini bisa memberikan pelayanan yang maksimal baik kepada kreditur maupun debitur dalam proses kepailitan," kata Raymon saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (15/8).
Upaya tersebut misalnya akan dijabarkan dalam revisi beleid tentang bagaimana standar profesi kurator. Termasuk soal proses pendidikannya.
Hal ini penting, sebab kini ada tiga organisasi profesi yang menaungi kurator: Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI); Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (IKAPI); dan Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia (HKPI).
Kata Raymon, dengan adanya standar profesi, kurator berada di organisasi manapun, setidaknya akan memiliki kompetensi serupa.
Puncaknya, dalam draf naskah akademik revisi yang terbit pada Desember 2017, pemerintah berniat untuk mengambil alih ikhtiar pengangkatan kurator. Selama ini pengangkatan kurator dilakukan oleh tiga organisasi profesi tadi.
"Belum diputuskan soal pengangkatan, karena naskah akademik tersebut juga sebenarnya juga belum final, dan kini masih difinalisasi," lanjut Raymon.
Selain soal standarisasi profesi, Raymon juga bilang kelak, dalam revisinya, beleid kepailitan ini juga akan mengatur hak dan kewajiban kurator.
"Misalnya soal fee kurator, regulasi yang lama belum terlalu jelas hitung-hitungnya. Kemudian juga soal biaya kepailitan, ini juga akan ditentukan nantinya," jelas Raymon.
Soal kewajiban, misalnya akan terakumulasi di mana kurator wajib memberikan laporan berkala atas kegiatannya, termasuk jika sudah dilakukan pemberesan aset.
"Ini agar meningkatkan transparansi baik kepada debitur, dan kreditur. Karena sebelumnya banyak juga kreditur tidak tahu aset-aset debitur apa saja yang sudah dijual kurator. Dan sayangnya kurator juga tak menyediakan laporan tersebut," lanjutnya.
Menanggapi hal ini, Anggota AKPI Akhmad Henry Setiawan bilang sejatinya kurator pasti akan memberikan laporan kegiatan, setidaknya dalam rapat-rapat kreditur. Oleh karenanya ia tak keberatan jika kelak ada ketentuan soal ini, pun jika ada ketentuan waktunya.
Hebry juga turut memberi saran, ia ingin agar kurator punya kewenangan mengakses harta petinggi perusahaan, terlebih dalam mengupayakan gugatan pembatalan transaksi aset dari perusahaan yang telah pailit ke para pemilik (actio pauliana).
"Kalau kita dapat informasi ternyata ada pengalihan aset dari perusahaan pailit kepada pemiliknya misalnya. Itu kan tidak bisa langsung masuk boedel, harus melalui gugatan actio pauliana. Nah sementara kurator ini kan tidak bisa akses rekening pemilik. Di UU 37/2004 harta pemilik, komisaris, itu kan memang bukan domain kita, sementara kita perlu pembuktian terjadi pengalihan," jelas Henry saat dihubungi Kontan.co.id.
Hal ini penting, terutama kata Henry terkait kreditur konkuren (tanpa jaminan) yang kerap hanya dapat pengembalian sekitar 20%-30% dari total tagihannya. Sementara soal standarisasi, ia juga seoakat. Menurutnya hal ini memang penting, guna memberikan kompetensi minimum bagi kurator.
"Kadang ada kurator yang masih bingung apakah kreditur ini masuk konkuren atau separatis (dengan jaminan)," lanjutnya.
Setali tiga uang, Anggota IKAPI Pringgo Sanyoto juga menyatakan standarisasi profesi kurator penting dilakukan. Ia bilang, sejatinya tiga organisasi kurator dahulu sempat membentuk sebuah tim untuk merumus hal ini.
"Kalau tidak salah, dulu AKPI, IKAPI, HKPI sempat buat tim atau badan saya lupa untuk bikin satu standar profesi. Kalau kemudian ini dimasukkan dalam regulasi tentu akan lebih baik," kata Pringgo sata dihubungi Kontan.co.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News