kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Revisi UU Kepailitan, tes insolvensi sulit diterapkan di Indonesia


Minggu, 05 Agustus 2018 / 22:45 WIB
Revisi UU Kepailitan, tes insolvensi sulit diterapkan di Indonesia
ILUSTRASI. Ilustrasi Opini - Menimbang PKPU Berulang


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tim Kelompok Kerja revisi UU 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) masih dalan proses penyusunan naskah akademik.

Salah satu anggota tim Pokja Imran Nating menargetkan proses penyusunan naskah akademik ini bisa rampung pada Oktober mendatang.

"Sekarang tim (Pokja) masih lakukan dikusi, kita lakukan FGD, mungkin finalisasi nashkah akademiknya baru bisa selesai Oktober," katanya saat dihubungi KONTAN, Minggu (5/8).

Sejatinya Tim telah menyelesaikan naskah akademik pada Desember 2017 lalu. Namun, masih banyak kekurangan dari segi teknis maupun substansi. Sehingga Tim kembali menyusunnya.

Dalam naskah sebelumnya setidaknya ada 17 poin krusial yang hendak diubah masupun dimasukkan dalam belied kepailitan yang baru.

Hanya saja, dari 17 poin tersebut dalam pembahasan tim, nyatanya tak seluruhnya akan diakomodasi. Usulan soal tes insolvensi misalnya, kata Imran berpotensi untuk dihapus, lantaran tak dapat diaplikasikan dalam hukum Indonesia.

"Tes insolvensi ini sulit, bahkan takbisa diterapkan di Indonesia, karena hanya perusahaan-perusahan yang tercatat di bursa yang bisa diakses laporan keuangannya," jelas Imran.

Tes insolvensi sendiri merupakan uji kemampuan keuangan termohon pailit sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan termohon jatuh pailit atau tidak.

Nah, kata Imran mengukur kesehatan keuangan perusahaan hanya bisa dilakukan melalui laporan keuangan perusahaan maupun pembukuan dari perusahaan.

Pakar hukum kepailitan Ricardo Simanjuntak juga punya pemahaman yang sama. Ia bilang, ketentuan tes insolvensi yang dilakukan sebelum ada putusan, terhalang oleh hukum acara perdata di Indonesia.

"Hukum acara perdata kita menganut asas actori incumbit probitio. Dia yang mendalilkan, dia yang membuktikan. Makanya pemohon pailit harus bisa membuktikan termohon pailit berada dalam keadaan insolvensi. Dari mana pemohon bisa tahu kalau dia tidak bisa akses laporan keuangan termohon," kata Ricardo saat dihubungi KONTAN, Minggu (5/8).

Keadaan insolven sendiri dijelaskan Ricardo merupakan situasi ketika termohon mengalami kerugian terus menerus lebih dari 50%. Sehingga posisi kewajibannya jauh lebih besar dibandingkan aset yang dimiliki.

Ricardo juga memperkirakan usulan tes insolvensi ini, lantaran ada beberapa negara yang menganut sistem ini. Dimana termohon pailit harus terlebih dahulu dapat dibuktikan insolven sebelum diputuskan pailit oleh pengadilan.

"Di Hongkong, di Inggris bisa dimana pemohon meminta majelis hakim agar termohon dapat melakukan pembuktian, ya memaksa termohon untuk menyerahkan laporan keuangannya," lanjut Ricardo.

Meski demikian Ricardo bilang tes insolvensi praktis jarang digunakan meskipun beberapa negara menganut hal tersebut. Ia memberi contoh misalnya di Singapura yang sebenarnya punya mekanisme mirip drngan proses kepailitan di Indonesia

Adalagi di Inggris yang mengenal dua mekanisme, balance sheet bankcruptcy, dan commercial bankcruptcy. Balance sheet banckruptcy ini yang musti melalui tes insolvensi. Sedangkan commercial.bankcruptcy prosesnya mirip di Indonesia.

"Di Inggris praktis orang lebih memilih commercial bankruptcy yang mirip dengan di Indonesia dengan asas presumption not able to pay," katanya.

Poin insolvensi tes sendiri masuk dalam naskah akademik sebelumnya dengan niat menjaga stabilitas ekonomi. Sebab tanpa ada bukti termohon pailit berkeadaan insolven, termohon bisa saja diputuskan pailit.

Meski demikian baik Ricardo dan Imtan sepakat, proses kepailitan di Indonesia sejatinya bukan tanpa tes insolvensi. Bedanya tes insolvensi di Indonesia berada ketika termohon pailit telah dijatuhi putusan.

"Apakah di Indonesia tidak ada tes insolvensi? Yang sekarang berlaku ini sebenarnya ada. Hanya bedanya, anda pailit dulu, tawarkan rencana perdamaian, kalau dia solven pasti selamat dulu. Karena di rencana perdamaian ada penjelasan soal berapa harta debitur, bagaimana cashflownya, kalau terbukti pasti debitur akan selamat," jelas Imran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×