kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.491.000   8.000   0,32%
  • USD/IDR 16.757   21,00   0,13%
  • IDX 8.610   -8,64   -0,10%
  • KOMPAS100 1.188   4,72   0,40%
  • LQ45 854   1,82   0,21%
  • ISSI 307   0,26   0,08%
  • IDX30 439   -0,89   -0,20%
  • IDXHIDIV20 511   -0,15   -0,03%
  • IDX80 133   0,33   0,25%
  • IDXV30 138   0,47   0,34%
  • IDXQ30 140   -0,47   -0,33%

Restitusi Pajak 2026 Diprediksi Membengkak


Minggu, 21 Desember 2025 / 17:11 WIB
Restitusi Pajak 2026 Diprediksi Membengkak
ILUSTRASI. Ada setidaknya tiga faktor utama yang mendorong lonjakan kelebihan bayar dan restitusi pajak tahun depan. Mulai dari pajak penghasilan (PPh) Pasal 21, pajak pertambahan nilai (PPN), hingga PPh badan dan orang pribadi


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah perlu mewaspadai potensi lonjakan restitusi pajak pada 2026.

Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman menilai, ada setidaknya tiga faktor utama yang mendorong lonjakan kelebihan bayar dan restitusi pajak tahun depan. Mulai dari pajak penghasilan (PPh) Pasal 21, pajak pertambahan nilai (PPN), hingga PPh badan dan orang pribadi (OP).

"Menurut saya, restitusi tahun 2026 akan semakin besar," ujar Raden kepada Kontan.co.id, Minggu (21/12/2025).

Baca Juga: Restitusi Pajak hingga November 2025 Capai Rp 351 Triliun, Naik 35,5%

Penyebab pertama berasal dari kelebihan bayar PPh Pasal 21 masa Desember 2025. Kelebihan bayar ini timbul akibat penerapan metode Tarif Efektif Rata-rata (TER) dalam penghitungan PPh Pasal 21 selama periode Januari hingga November 2025.

Namun, kelebihan bayar tersebut tidak dapat dimintakan restitusi ke kantor pajak. Sebaliknya, kelebihan bayar akan dikompensasikan pada masa pajak Januari dan/atau Februari 2026.

"Akibatnya, penerimaan pajak dari PPh 21 akan turun drastis. Kejadian serupa terjadi di awal 2025 akibat kompensasi dari masa Desember 2024," kata Raden.

Faktor kedua adalah restitusi PPN masa Desember 2025. Raden menjelaskan, secara umum Pengusaha Kena Pajak (PKP) hanya dapat mengajukan restitusi PPN pada masa pajak Desember.

Pengecualian diberikan kepada PKP eksportir serta PKP yang melakukan penyerahan kepada Wajib Pungut (Wapu), yang dapat mengajukan restitusi di luar masa tersebut.

Penyebab ketiga berasal dari restitusi PPh badan maupun PPh orang pribadi yang diajukan di luar masa pelaporan normal, yakni April untuk WP badan dan Maret untuk WP OP.

Baca Juga: Penerimaan Pajak 2025 Seret: Ancaman Restitusi Berlanjut ke 2026

Raden memperkirakan restitusi PPh ini akan lebih tinggi pada 2026 karena pertumbuhan ekonomi 2025 lebih rendah dibandingkan 2024.

Padahal, cicilan PPh Pasal 25 sepanjang 2025 ditetapkan berdasarkan SPT Tahunan 2024, saat kondisi ekonomi masih relatif lebih baik.

Ia menambahkan, banyak wajib pajak sebenarnya mengajukan permohonan penurunan cicilan PPh Pasal 25. Namun, sebagian besar permohonan tersebut ditolak oleh kantor pajak demi menjaga penerimaan negara pada 2025.

Dampaknya, dalam SPT Tahunan 2025 terjadi kelebihan bayar yang kemudian diajukan sebagai restitusi.

Mengingat proses pemeriksaan memiliki jangka waktu maksimal lima bulan, Raden memperkirakan restitusi PPh tersebut baru akan mulai dibayarkan pada September 2026.

Restitusi Pajak Melonjak

Untuk diketahui, realisasi restitusi pajak hingga November 2025 melonjak signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), nilai restitusi pajak mencapai Rp 351,05 triliun, meningkat 35,5% secara tahunan (year on year/YoY).

Besaran restitusi tersebut dihitung dari selisih antara realisasi penerimaan pajak bruto dan realisasi pajak neto.

Baca Juga: Ditjen Pajak-Kemenkop Percepat Pendaftaran NPWP Koperasi Desa Merah Putih

Hingga November 2025, penerimaan pajak bruto tercatat sebesar Rp 1.985,48 triliun, sementara realisasi pajak neto mencapai Rp 1.634,43 triliun.

Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun lalu atau hingga November 2024, realisasi pajak bruto tercatat Rp 1.947,65 triliun dengan realisasi neto sebesar Rp 1.688,64 triliun.

Dengan demikian, restitusi pajak pada November 2024 tercatat Rp 259,01 triliun.

Artinya, terdapat kenaikan restitusi sebesar Rp 92,04 triliun pada November 2025 dibandingkan November 2024.

Meningkatnya restitusi pajak ini turut mempengaruhi kinerja penerimaan pajak neto yang mengalami tekanan meskipun penerimaan bruto masih menunjukkan pertumbuhan terbatas.

Kondisi tersebut mencerminkan tingginya pengembalian kelebihan pembayaran pajak, terutama dari wajib pajak badan dan sektor-sektor tertentu yang mengajukan restitusi dalam jumlah besar.

Baca Juga: Panggil Wajib Pajak Konglomerat, Ditjen Pajak: Hanya Klarifikasi Data!

Selanjutnya: Superbank (SUPA) Catat Laba Rp 122,4 Miliar Hingga November 2025

Menarik Dibaca: Dana Transaksi Tidak Sesuai? Ini Cara Mudah Atur Selisih Pencairan Dana Merchant

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×