kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.491.000   8.000   0,32%
  • USD/IDR 16.757   21,00   0,13%
  • IDX 8.610   -8,64   -0,10%
  • KOMPAS100 1.188   4,72   0,40%
  • LQ45 854   1,82   0,21%
  • ISSI 307   0,26   0,08%
  • IDX30 439   -0,89   -0,20%
  • IDXHIDIV20 511   -0,15   -0,03%
  • IDX80 133   0,33   0,25%
  • IDXV30 138   0,47   0,34%
  • IDXQ30 140   -0,47   -0,33%

Penerimaan Pajak 2025 Seret: Ancaman Restitusi Berlanjut ke 2026


Minggu, 21 Desember 2025 / 15:31 WIB
Penerimaan Pajak 2025 Seret: Ancaman Restitusi Berlanjut ke 2026
ILUSTRASI. Ilustrasi pajak (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan restitusi pajak diperkirakan masih akan membayangi kinerja penerimaan pajak pada awal 2026.

Kondisi penerimaan pajak 2025 yang hingga menjelang akhir tahun masih belum optimal menjadi faktor utama berlanjutnya tren restitusi pada semester pertama tahun depan.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono mengatakan, restitusi pajak berpotensi cukup tinggi pada periode Januari hingga April 2026.

Potensi tersebut berasal dari sejumlah kewajiban pengembalian pajak yang saat ini masih dalam proses pemeriksaan oleh otoritas pajak.

"Jika dilihat dari penerimaan 2025 yang masih seret hingga jelang akhir tahun, tren restitusi masih akan terjadi di 2026," ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Minggu (21/12/2025).

Ia menjelaskan, sumber utama restitusi pada Januari–April 2026 antara lain berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) Badan tahun pajak 2024 yang berstatus lebih bayar.

Baca Juga: Restitusi Pajak hingga November 2025 Capai Rp 351 Triliun, Naik 35,5%

PPh Badan tersebut dilaporkan pada periode Januari hingga April 2025 dan saat ini tengah diperiksa, dengan jatuh tempo penyelesaian pada Januari hingga April 2026.

Selain itu, restitusi juga diperkirakan datang dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Masa Desember 2024 yang dilaporkan pada Januari 2025 dan sedang dalam proses pemeriksaan, dengan potensi pencairan pada Januari 2026.

Komponen lainnya berasal dari restitusi PPN bulanan untuk Masa Januari hingga Maret 2026, terutama bagi wajib pajak yang melakukan ekspor atau penyerahan kepada pemungut PPN.

Meski demikian, Prianto memperkirakan tekanan restitusi akan mulai menurun pada periode Mei hingga Juni 2026. Pada fase ini, restitusi masih berpotensi terjadi, namun cenderung lebih terbatas.

Sumbernya berasal dari PPh Badan lebih bayar yang diajukan melalui skema pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT), serta restitusi PPN bulanan yang secara rutin dapat terjadi di setiap masa pajak sepanjang 2026.

Sementara itu, Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan bahwa dibandingkan dua tahun terakhir, pertumbuhan restitusi pajak seharusnya berkurang karena tidak ada lagi faktor kejutan seperti peralihan dari periode booming komoditas pada 2022 ke 2023.

Namun demikian, lonjakan restitusi masih berpotensi terjadi apabila pemerintah menggunakan langkah ekstrem dengan menunda pencairan restitusi ke awal tahun berikutnya.

Menurutnya, selama kinerja penerimaan negara tidak sampai berisiko terhadap ambang batas defisit APBN sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara, kebijakan tersebut seharusnya tidak perlu dilakukan.

Meski secara pertumbuhan diperkirakan menurun, Fajry menilai restitusi pajak tetap menjadi tantangan apabila kondisi korporasi pada 2025, yang saat ini masih berjalan, melemah dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca Juga: Restitusi Pajak Melonjak, Bos Pajak: Ada Penunggang Gelap!

"Mengingat, restitusi ini salah satu faktornya adalah kondisi korporasi 1-2 tahun yang lalu, apakah membaik atau memburuk, apalagi sampai membuat shock seperti tahun 2022 ke tahun 2023," kata Fajry.

Untuk diketahui, realisasi restitusi pajak hingga November 2025 melonjak signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), nilai restitusi pajak mencapai Rp 351,05 triliun, meningkat 35,5% secara tahunan (year on year/YoY).

Besaran restitusi tersebut dihitung dari selisih antara realisasi penerimaan pajak bruto dan realisasi pajak neto.

Hingga November 2025, penerimaan pajak bruto tercatat sebesar Rp 1.985,48 triliun, sementara realisasi pajak neto mencapai Rp 1.634,43 triliun.

Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun lalu atau hingga November 2024, realisasi pajak bruto tercatat Rp 1.947,65 triliun dengan realisasi neto sebesar Rp 1.688,64 triliun.

Dengan demikian, restitusi pajak pada November 2024 tercatat Rp 259,01 triliun.

Artinya, terdapat kenaikan restitusi sebesar Rp 92,04 triliun pada November 2025 dibandingkan November 2024.

Meningkatnya restitusi pajak ini turut mempengaruhi kinerja penerimaan pajak neto yang mengalami tekanan meskipun penerimaan bruto masih menunjukkan pertumbuhan terbatas.

Baca Juga: Penerimaan Pajak per September 2025 Turun karena Restitusi Pajak Meningkat

Kondisi tersebut mencerminkan tingginya pengembalian kelebihan pembayaran pajak, terutama dari wajib pajak badan dan sektor-sektor tertentu yang mengajukan restitusi dalam jumlah besar.

Dari sisi jenis pajak, restitusi paling besar berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Hingga November 2025, restitusi PPN dan PPnBM tercatat mencapai Rp 247,16 triliun, atau sekitar 70% dari total restitusi pajak.

Tingginya restitusi PPN dan PPnBM mencerminkan besarnya klaim pengembalian pajak, terutama dari sektor usaha dan eksportir.

Selain PPN dan PPnBM, PPh Badan juga menjadi kontributor besar restitusi pajak. Hingga November 2025, restitusi PPh Badan tercatat sebesar Rp 96,20 triliun.

Kondisi ini mencerminkan masih tingginya pengembalian kelebihan pembayaran pajak badan, seiring fluktuasi kinerja korporasi.

Baca Juga: Jelang Akhir Tahun Penerimaan Pajak Masih Kontraksi, Anggito: Faktor Restitusi!

Selanjutnya: Persib Bandung vs Bhayangkara FC, Live Streaming & Jadwal Super League Pekan 15

Menarik Dibaca: Dana Transaksi Tidak Sesuai? Ini Cara Mudah Atur Selisih Pencairan Dana Merchant

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×