kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.707.000   2.000   0,12%
  • USD/IDR 16.380   -90,00   -0,55%
  • IDX 6.587   -162,51   -2,41%
  • KOMPAS100 967   -29,75   -2,98%
  • LQ45 748   -22,23   -2,89%
  • ISSI 205   -6,09   -2,88%
  • IDX30 388   -11,53   -2,89%
  • IDXHIDIV20 468   -13,99   -2,90%
  • IDX80 109   -3,42   -3,04%
  • IDXV30 115   -3,45   -2,91%
  • IDXQ30 127   -4,24   -3,22%

Rencana Pajak Karbon, INDEF Ingatkan untuk Fokus pada Transisi Energi


Selasa, 25 Februari 2025 / 18:05 WIB
Rencana Pajak Karbon, INDEF Ingatkan untuk Fokus pada Transisi Energi
ILUSTRASI. Bursa Karbon Internasional Suasana di lantai Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) usai peresmian Perdagangan Karbon Internasional di Jakarta. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/20/01/2025


Reporter: Indra Khairuman | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Penerapan pajak karbon masih memicu pro dan kontra. Meski kebijakan ini dianggap dapat meningkatkan penerimaan negara di tengah keterbasan fiskal. Namun, ada kekhawatiran bahwa pajak karbon ini akan memberikan beban tambahan bagi industri dan masyarakat.

Imaduddin Abdullah, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menjelaskan bahwa pajak karbon dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi negara, terutama di tengah upaya pemerintah untuk efisiensi anggaran.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi menambah beban bagi industri dan masyarakat. 

“Beban tambahan pada industri dan masyarakat di periode sulit perlu dipertimbangkan,” ujar Imaduddin kepada Kontan.co.id, Selasa (25/02).

Baca Juga: Bahas Pajak Karbon, Menteri Lingkungan Hidup Bakal Segera Ketemu Menteri Keuangan

Imaduddin juga menekankan adanya risiko ketimpangan yang mungkin muncul akibat kebijakan ini. Menurutnya, pajak karbon bisa berdampak lebih signifikan pada kelompok tertentu, sehingga dapat menciptakan bias kelas dalam pelaksanaannya. 

“Terlebih, kebijakan-kebijakan yang dapat menimbulkan shock di ekonomi seperti kebijakan pajak karbon cenderung bias kelas,” tambahnya.

Jika tidak diimbangin dengan insentif atau dukungan bagi sektor yang terdampak, pajak ini berpotensi memperburuk ketimpangan ekonomi dan menambahkan beban bagi masyarakat kecil.

Ia menegaskan bahwa tujuan utama pajak karbon bukan sekedat untuk meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga untuk mendorong perubahan perilaku menuju ekonomi yang rendah emisi. Seharusnya sebagian besar pendapatan dari pajak karbon digunakan untuk mendukung transisi menuju energi bersih dan mitigasi dampak sosial-ekonomi. 

“Pajaknya harus diarahkan untuk transisi energi, bukan hanya untuk memperbaiki kondisi fiskal,” katanya.

Baca Juga: PPN 12% Ditunda, Pengamat Dorong Penerapan Pajak Karbon dan Kekayaan

Kebijakan ini sangat penting untuk memastikan keseimbangan antara kepentingan fiskal dan keberlanjutan lingkungan, sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara optimal.

Sebelumnya, Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Chatib Basri dalam acara SMBC Indonesia Economic Outlook 2025 menyinggung kembali terkait penerapan pajak karbon sebagai strategi untuk memperbesar pendapatan negara. Ia menyatakan bahwa kebijakan ini dapat dikaitkan dengan pengenaan cukai terhadap Bahan Bakar MInyak (BBM), sehingga hasil penerimaannya dapat dialokasikan untuk kepentingan sosial dan lingkungan.

Selanjutnya: Laba Bersih Permata Bank Turun 26% YoY Jadi Rp 270 Miliar per Januari 2025

Menarik Dibaca: KAI Operasikan 9.572 Perjalanan Kereta Api Selama Masa Angkutan Lebaran 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×