Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyoroti realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12% pada kuartal II-2025 yang capaian tersebut justru melebihi pertumbuhan kuartal I-2025 yang hanya 4,87%.
Padahal periode tersebut mencakup momentum Ramadan dan Lebaran yang biasanya mendongkrak konsumsi masyarakat.
Ekonom Senior INDEF, M. Fadhil Hasan, mempertanyakan logika pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang diklaim meningkat pada kuartal II, padahal tidak didukung momen musiman besar.
“Dalam triwulan kedua ini tidak ada sama sekali (momen hari raya besar). Paling ada libur cuti bersama, tapi itu tidak signifikan saya kira,” ungkap Fadhil dalam diskusi publik INDEF, Rabu (6/8/2025).
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II-2025 Diprediksi Capai 5%, Ini Faktor Pendorongnya
Fadhil menyoroti bahwa fenomena Rojali (rombongan jarang beli) dan Rohana (rombongan hanya nanya) yang menggambarkan lemahnya daya beli masyarakat masih sangat nyata di lapangan.
“Fenomena Rojali-Rohana itu nyata ada. Ekspresi itu tidak mungkin muncul kalau tidak ada dasarnya. Walaupun ditanggapi sebagai isu tiupan oleh pemerintah, tapi faktanya fenomena ini benar-benar terjadi,” tegasnya.
Hal senada disampaikan oleh Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, Abdul Manap Pulungan.
Ia heran bagaimana pertumbuhan ekonomi kuartal II bisa lebih tinggi dibanding kuartal I yang secara historis justru mendapat dorongan konsumsi karena puasa dan Lebaran.
“Yang aneh, kuartal I yang ada Ramadan dan Lebaran hanya tumbuh 4,87%. Sekarang, tanpa ada momen besar, justru tumbuh 5,12%. Jadi wajar kalau ini dipertanyakan dari semua kalangan,” jelas Abdul.
Baca Juga: Ekonomi Kuartal II 2025 Tumbuh 5,12%, Ekonom Ragukan, Pemerintah Tepis Ada Permainan
Abdul juga menyoroti langkah Badan Pusat Statistik (BPS) yang merevisi data pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025. Ia menilai, revisi semacam ini seharusnya disampaikan secara terbuka dan dijelaskan dengan rinci kepada publik untuk menjaga kredibilitas data.
“Kalau merevisi data kuartal I, harusnya disampaikan secara jelas. Publik perlu tahu ada revisi dan alasannya apa,” ujarnya.
Lebih lanjut, Abdul melihat adanya ketidaksinkronan antara angka pertumbuhan ekonomi dengan berbagai indikator fundamental lain, seperti PMI manufaktur yang mengalami penurunan, penyaluran kredit yang tumbuh melambat,penerimaan pajak yang justru menurun, dan kondisi moneter dan perbankan yang sedang tertekan.
“Moneternya tertekan, kreditnya tertekan, PMI-nya tertekan, pajak juga tertekan. Terus di mana yang bisa memboosting 5,12% tadi?” pungkasnya.
Baca Juga: Ekonom: Data Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2025 5,12% Tak Mencerminkan Kondisi Riil
Kedua Abdul menilai bahwa pemerintah perlu lebih transparan dan akuntabel dalam menyampaikan narasi ekonomi ke publik. Angka pertumbuhan yang impresif harus didukung oleh penjelasan yang masuk akal dan bisa diverifikasi dengan indikator lain.
Jika tidak, kepercayaan publik terhadap data resmi bisa terganggu, dan hal ini bisa berdampak pada kredibilitas kebijakan pemerintah secara keseluruhan.
Selanjutnya: Ciputra Development (CTRA) Catat Penjualan Flat pada Kuartal II-2025
Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok di Jakarta & Sekitarnya, Hujan Sangat Lebat di Sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News