kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.095.000   7.000   0,34%
  • USD/IDR 16.417   -75,00   -0,45%
  • IDX 7.854   106,16   1,37%
  • KOMPAS100 1.101   16,96   1,56%
  • LQ45 805   9,90   1,25%
  • ISSI 268   3,89   1,47%
  • IDX30 417   5,18   1,26%
  • IDXHIDIV20 484   5,68   1,19%
  • IDX80 122   1,41   1,17%
  • IDXV30 133   1,64   1,25%
  • IDXQ30 135   1,48   1,11%

BPS Diminta Jelaskan Anomali Data Pertumbuhan Ekonomi


Rabu, 06 Agustus 2025 / 14:27 WIB
Diperbarui Rabu, 06 Agustus 2025 / 18:53 WIB
BPS Diminta Jelaskan Anomali Data Pertumbuhan Ekonomi
ILUSTRASI. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12% pada kuartal II-2025. Angka ini mengejutkan banyak pihak, karena di atas prediksi.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID–JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,12% pada kuartal II-2025 mengejutkan banyak pihak, termasuk kalangan ekonom.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, angka pertumbuhan ekonomi tersebut jauh di atas ekspektasi pasar. Ia meminta Badan Pusat Statistik (BPS) untuk memberikan penjelasan lebih transparan, terutama terkait lonjakan di sektor investasi.

Pertumbuhan 5,12% ini stronger than expected, karena hampir tidak ada ekonom yang memproyeksikan angka setinggi itu. Mayoritas justru memperkirakan pertumbuhan di bawah 5% karena lemahnya sektor konsumsi,” ujar David saat dihubungi Kontan, Selasa (5/8).

Baca Juga: Ekonomi RI Tumbuh 5,12% Tapi Penerimaan Pajak Turun pada Kuartal II, Ini Kata Ekonom

David mengungkapkan, sebagian besar indikator konsumsi, seperti penjualan kendaraan (mobil menurun, motor hanya naik sedikit), penjualan ritel, serta inflasi inti, menunjukkan pelemahan sepanjang kuartal II. Belanja bansos (bantuan sosial) pun belum menunjukkan lonjakan signifikan, sama seperti kuartal I sebelumnya.

Namun, justru angka konsumsi rumah tangga kuartal I direvisi naik oleh BPS, dari sebelumnya 4,89% menjadi 4,95% mendekati angka kuartal II. Jika mengacu pada data revisi BPS tersebut, menurut David, ini menunjukkan belanja masyarakat cenderung flat atau stagnan, bukan melemah, seperti yang diperkirakan sebelumnya.

“Saya justru menduga konsumsi akan turun lebih dalam di kuartal II. Tapi dengan revisi ini, angkanya justru flat. Ini tentu membingungkan,” jelasnya.

Investasi Naik Signifikan

Yang paling menarik perhatian David adalah lonjakan pertumbuhan investasi yang mencapai hampir 7%, menyamai tingkat sebelum pandemi. Khususnya periode 2017–2018 ketika booming investasi smelter terjadi.

Namun, lonjakan investasi ini tidak tercermin dalam indikator pendukung. Seperti data Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia (BI) yang turun dari level 51,67% pada kuartal I 2025, menjadi 50% (masih ekspansi, tapi melambat) pada kuartal II 2025.

David menyebut, jika mencermati impor barang modal yang memang naik seperti yang disebut pemerintah, namun secara teknis justru menjadi pengurang dalam perhitungan PDB.

Baca Juga: Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,12% di Kuartal II-2025, Ekonom Sebutkan 3 Kejanggalan

Di sisi lain, kata David, dari sisi investasi terlalu naik tajam dari 2,12% pada kuartal I 2025 menjadi 6,99% atau mendekati 7% pada kuartal II 2025. Pertumbuhan investasi ini menjadi yang tertinggi seperti sebelum masa pandemi.

"Makanya perlu dijelaskan (oleh BPS dan pemerintah). Kalau fully finance kan, mungkin enggak tercermin di angka importnya ya. Dan kalau tumbuhnya setinggi ini juga ya tidak perlu ada urgency untuk menurunkan BI rate sebenarnya. Karena ini kan tinggi sekali pertumbuhan 5,12%," ungkap David.

“Angka investasi ini yang perlu dijelaskan lebih lanjut oleh BPS. Apakah ada metode baru? Atau data pembanding yang berbeda? Kalau memang ada belanja modal yang besar, apakah itu didanai oleh negara asing dan tidak masuk dalam angka impor?” lanjut David.

Revisi Ekonomi Kuartal I 2025

David juga mempertanyakan revisi angka ekonomi kuartal I yang dilakukan BPS, terutama pada komponen impor dan konsumsi, yang mengalami revisi cukup signifikan. Pertumbuhan impor direvisi dari 3,96% menjadi 4,17%, dan konsumsi rumah tangga juga dinaikkan.

Kalau benar pertumbuhan kita setinggi ini, maka dari sisi kebijakan moneter tidak ada urgensi bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan (BI rate),” tegasnya.

Baca Juga: Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,12% Q2-2025, Disokong Konsumsi-Investasi

David berharap ada transparansi dan kejelasan dari BPS agar tidak menimbulkan spekulasi dan keraguan di kalangan pelaku pasar dan analis.

“BPS perlu menjelaskan secara terbuka metodologi dan data yang digunakan, supaya tidak muncul dugaan-dugaan. Karena tidak ada satu pun ekonom yang memprediksi angka pertumbuhan di atas 5%. Ini penting demi menjaga kepercayaan publik dan pasar,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×