Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq bakal segera bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk membahas soal pajak karbon.
Hanif, yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) itu menjelaskan, pertemuan tersebut akan berfokus terkait pembahasan implementasi pajak karbon dan regulasi batas atas emisi sektoral.
Terkait jadwalnya, pertemuan tersebut kemungkinan akan digelar dalam pekan ini.
“Mudah-mudahan minggu ini bisa ada waktu beliau (Sri Mulyani)," ujarnya dalam acara Peluncuran Perdagangan Karbon Internasional di Gedung BEI, Senin (20/1).
Menurut Hanif, BPLH akan mengirimkan laporan secara tertulis kepada Sri Mulyani untuk dijadikan bahan review. Saat ini, Peraturan Pemerintah (PP) terkait pajak karbon diakui sudah ada dan akan segera dikomunikasikan oleh pemerintah.
Baca Juga: Debut Perdana, Perdagangan Karbon Internasional Catat Volume Transaksi 41,822 tCO2e
Hanif pun berharap Kementerian Keuangan bisa segera mempelajari dan mempertimbangkan pengenaan pajak karbon. Alasannya, pajak karbon bisa berperan penting untuk membangun dan mengakselerasi iklim investasi di pasar domestik.
“Sebagian besar investasi besar yang masuk ke Indonesia didominasi oleh investasi internasional. Sehingga, pajak karbon ini bisa mendorong dan mengakselerasi perdagangan karbon,” tuturnya.
Selain itu, Hanif menyebut ada lima proyek yang siap diperdagangkan pada perdagangan karbon internasional oleh Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon).
Asal tahu saja, BEI resmi meluncurkan perdagangan karbon internasional pertama melalui Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon), Senin (20/1).
Peluncuran perdagangan karbon internasional merupakan komitmen Indonesia untuk mencapai target iklim Indonesia yang tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).
Perdagangan karbon itu dilakukan sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
“Setiap transfer unit karbon akan dicatat untuk transaksi internasional dalam kerangka operasi harga karbon,” kata Hanif.
Baca Juga: BEI Targetkan Kenaikan Volume Transaksi Bursa Karbon Hingga 750.000 tCO2e di 2025
Lima proyek
Lima proyek itu yang pertama adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air Minihidro (PLTM) Gunung Wugul yang mengurangi 5.000 ton setara CO2 alias tCO2e.
Kedua, pengoperasian Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Priok Blok 4 sebesar 763.653 tCO2e dengan tahun penyerapan atau pengurangan emisi terjadi (tahun vintage) 2021.
Ketiga, pembangkit single cycle menjadi combined cycle di PLTGU Grati Blok 2 yang berpotensi menurunkan emisi sebanyak 495.000 ton CO2e.
Baca Juga: Partisipasi di Bursa Karbon, Segini Emisi yang Dibeli MUTU International (MUTU)
Keempat, Blok 2 unit pembangkit di Muara Tawar berpotensi dapat menekan hingga 30.000 ton CO2e.
Terakhir, Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Blok 3 PJB Muara Karang yang diperkirakan mampu mengurangi emisi hingga 750.000 ton CO2e.
Selanjutnya: Catat 10 Kuliner Khas Thailand yang Terkenal Memiliki Rasa Enak
Menarik Dibaca: Akses Asuransi Menjadi Solusi Melek Kesehatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News