Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Lambatnya realisasi belanja pemerintah pusat dan daerah sudah menjadi permasalahan klasik yang terjadi setiap tahunnya. Biasanya belanja tersebut baru akan gencar direalisasikan menjelang akhir tahun.
Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet menilai, pemerintah khususnya daerah masih mempunyai tantangan dalam merancang kebutuhan belanjanya, sehingga eksekusinya belanja bisa kembali molor.
Di samping itu, dampak positif belanja pemerintah pusat dan daerah bagi perekonomian juga dinilai akan berkurang, terlebih jika dana yang belum dibelanjakan tersebut merupakan anggaran yang seharusnya digunakan untuk operasional berbagai kepentingan.
Baca Juga: Anggaran Pemerintah Banyak Mengendap di Bank, Pertumbuhan Ekonomi Bisa Terhambat
“Maka di sinilah yang menjadi masalah, karena tadi efek luberan yang diharapkan ke perekonomian itu bisa tidak terjadi,” tutur Yusuf kepada Kontan, Minggu (5/5).
Untuk diketahui, Kementerian Keuangan terus mendorong agar realisasi belanja pemerintah pusat baik itu kementerian/lembaga (K/L) dan non K/L, serta pemerintah daerah dapat terealisasi secara optimal.
Salah satunya, pada 2022 lalu Kementerian Keuangan juga memberikan penghargaan kepada K/L yang melakukan penyerapan anggarannya terbaik pada kinerja tahun anggaran 2021.
Baca Juga: Dana Pemda Mengendap di Perbankan Capai Rp 180,96 Triliun hingga Maret 2024
Kemudian, pada 2023, Kementerian Keuangan juga memberikan insentif kepada pemerintah daerah realisasi penyerapan belanjanya paling baik. Meski begitu, untuk tahun ini belum ada keterangan lebih lanjut apakah kebijakan tersebut akan kembali diterapkan ataupun tidak.
Terkait insentif tersebut, Yusuf menilai dampaknya baik bagi percepatan realisasi belanja daerah. “Saya kira banyak yang kemudian mengincar dana insentif ini meskipun secara proporsi transfer ke daerah dan insentif ini porsinya relatif lebih kecil,” ungkapnya.