Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi belanja pemerintah pusat (BPP) hingga 12 Desember 2023 sudah mencapai Rp 1.840,4 triliun. Realisasi tersebut baru setara 81,9% dari pagu anggaran sebesar Rp 2.246,5 triliun.
Belanja pemerintah pusat ini juga mengalami penurunan 5,9% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu sebesar 16,9%.
Adapun, belanja pemerintah pusat ini terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) yang mencapai Rp 946,1 triliun atau mencapai 94,5% dari pagu. Kemudian, realisasi belanja pemerintah pusat non K/L sudah mencapai Rp 894,3 triliun atau 71,8% dari pagu.
Baca Juga: Jelang Tutup Tahun, Sekitar Rp 529 Triliun Anggaran Belum Dibelanjakan
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, belanja pemerintah yang masih rendah tersebut dikarenakan tidak terpakainya belanja lainnya lantaran prediksi awal terkait tekanan ekonomi dari eksternal dan domestik tidak setinggi perkiraan awal, salah satunya adalah harga minyak yang cenderung menurun.
"Hal ini tentunya akan memengaruhi kinerja belanja total pemerintah karena peran belanja lainnya sebagai buffer atau shock absorber jadi tidak terpakai," ujar Josua kepada Kontan.co.id , Jumat (15/12).
Namun, dirinya juga perlu melihat lebih detail lagi terkait belanja pemerintah pada pos lain. Pasalnya, jika memang benar hanya belanja lainnya yang realisasinya jauh di bawah target, sedangkan belanja -belanja pada pos lain realisasinya dekat dengan target, maka Josua menilai tidak akan terlalu mengganggu pertumbuhan ekonomi meski memang peluang akselerasi pada kuartal IV-2023 akan terbatas.
Josua menambahkan, rendahnya belanja pemerintah ini tentu akan menurunkan kebutuhan pembiayaan yang berdampak pula pada penerbitan surat berharga negara (SBN.) Kendati begitu, memang terdapat peluang saldo anggaran lebih (SAL) yang masih cukup tinggi dan bisa digunakan di 2024 di mana ketidakpastian masih tetap ada.
Baca Juga: Permintaan Komoditas Pangan Diprediksi Meningkat Sepekan Jelang Natal
"Dampaknya memang kemungkinan jika SAL ini diperhitungkan maka penerbitan SBN di 2024 kemungkinan akan dibawah target kembali. Menurutnya, hal ini memang akan baik pada harga SBN karena supply yg di bawah prediksi awal (lebih terbatas), dengan outlook Indonesia yang positif," katanya.
Namun, Josua bilang, pemerintah juga harus melihat kualitas belanjanya. Pasalnya, apabila realisasi belanja tahun depan kembali menurun dari pagu lantaran belanja lainnya tidak sepenuhnya digunakan dikhawatirkan akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi 2024.
"Maka akan membatasi kembali ruang pertumbuhan 2024 yang kami lihat masih memerlukan belanja/permintaan domestik sebagai mesin pertumbuhan ekonomi," imbuh Josua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News