Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menjelaskan, perbedaan data yang diungkapkan pihaknya dan Kementerian Keuangan dalam dugaan transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Menurutnya dalam daftar list lengkap yang disampaikan tak hanya berisi oknum tapi juga ada perusahaan cangkang yang diduga dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Kemenkeu. Di mana satu oknum diduga memiliki lima hingga tujuh perusahaan cangkang yang diduga sebagai upaya pencucian uang.
"Jadi dalam satu surat ada oknum satu, perusahaan ada lima, tujuh dan segala macam," kata Ivan dalam RDPU bersama Komisi III DPR RI, Rabu (29/3).
Namun, list tersebut dalam rapat dikeluarkan oleh Kemenkeu. Sehingga angka Rp 35,54 triliun yang ditemukan oleh PPATK menjadi Rp 22 triliun setelah dikeluarkan entitas perusahaan.
Baca Juga: Mahfud MD Konsisten Soal Dugaan TPPU Rp 349 Triliun Libatkan Kemenkeu, Ini Rinciannya
"Lalu dikeluarkan lagi entitas yang tidak ada Kemenkeu, tapi dikeluarkan lagi dari entitas perusahaan yang ada kemenkeu jadi Rp 3,3 triliun. Lalu kemudian rame PPATK salah segala macam," kata Ivan.
Menurutnya, perusahaan cangkang tak dapat dikeluarkan dari list transaksi mencurigakan Kemenkeu. Pasalnya antara oknum dan perusahaan cangkang memiliki keterkaitan.
Atas dasar tersebut maka, PPATK konsisten bahwa temuan transaksi mencurigakan yang melibatkan Kemenkeu sebesar Rp 35,54 triliun yang melibatkan 461 pegawai di sana.
Ivan menjelaskan, terdapat dugaan oknum di Kemenkeu menggunakan perusahaan cangkang atas nama anak, istri, tukang kebun, bahkan sopir mereka untuk menutupi jejak TPPU.
"Data perusahaan ngga bisa dikeluarkan dipisahkan dari oknum tadi. Misalnya dia gunakan nama perusahaan dengan nama pemiliknya istri, anak, supir, tukang kebun dan segala macam. Kalau data dikeluarkan jadi Rp3,3 triliun, kami ngga lakukan itu," ungkapnya.
Baca Juga: Transaksi Janggal Kemenkeu Menciut, Sri Mulyani: Hanya Rp 3,3 Triliun
Ia menjelaskan, modus TPPU utamanya proxy crime tindak pidana selalu menggunakan tangan orang lain. Ia menegaskan jika data tersebut dikeluarkan sama halnya dengan PPATK yang justru membohongi penyidik.
"Kalau kami keluarkan data itu, justru kami membohongi penyidik. Kami masukan nama perusahaan berikut nama oknum ketemulah Rp35 triliun. Memang kalau dikeluarkan memang Rp22 triliun kalau dikeluarkan lagi hanya Rp3,3 triliun," jelasnya.
Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD mengatakan ada tiga kelompok dalam dugaan TPPU senilai Rp349,87 triliun.
Pertama, transaksi keuangan mencurigakan pegawai kementerian keuangan sebesar Rp 35,54 triliun. Adapun transaksi tersebut melibatkan 461 pegawai kementerian keuangan.
Angka tersebut berbeda dengan apa yang disampaikan Menteri Keuangan bahwa transaksi janggal yang berkaitan langsung dengan pegawai Kementerian Keuangan hanya Rp 3,3 triliun.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Kronologi Adanya Informasi Transaksi Mencurigakan Rp 349 Triliun
"Transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kementerian Keuangan. Kemarin Ibu Sri Mulyani bilang Rp 3 triliun tapi yang benar Rp 35,54 triliun," jelasnya.
Kedua, transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai kementerian keuangan dan pihak lain, sebesar Rp 53,82 triliun. Transaksi ini melibatkan 30 pegawai Kementerian Keuangan.
Ketiga, transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan kementerian keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal (TPA) dan TPPU yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai Kementerian Keuangan sebesar Rp260,1 triliun. Dari tiga kelompok tersebut maka diperoleh data agregat sebesar Rp 349,87 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News