Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah didesak segera mengambil langkah nyata untuk memulihkan daya beli masyarakat yang lesu agar sektor perdagangan dan jasa kembali bergairah.
Kondisi ini tercermin dari maraknya fenomena rojali atau rombongan jarang beli di pusat perbelanjaan. Di mana pengunjung ramai tetapi transaksi belanja tidak ikut meningkat.
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, tanpa pemulihan konsumsi domestik, sektor riil akan sulit tumbuh di tengah tekanan ekonomi global.
Menurutnya salah satu kebijakan yang bisa dipertimbangkan adalah menghidupkan kembali insentif ekonomi langsung bagi masyarakat, seperti diskon tarif listrik.
Selain itu, pemerintah juga perlu mempercepat program-program padat karya yang berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya beli.
“Program renovasi rumah tidak layak, perbaikan jalan, maupun pembangunan irigasi dengan pola padat karya bisa menjadi stimulus yang efektif. Selain menciptakan lapangan kerja, program ini juga menggerakkan sektor riil di tingkat lokal,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (17/8/2025).
Baca Juga: Pelemahan Daya Beli Hingga PHK Jadi Tantangan Ekonomi Pemerintahan Prabowo pada 2026
Di sisi lain, ia menekankan pentingnya perbaikan iklim usaha agar dunia usaha kembali berani melakukan ekspansi.
Menurutnya, pemberantasan underground economy harus menjadi prioritas karena tidak hanya memperbaiki iklim usaha, tetapi juga bisa mendongkrak penerimaan negara.
Terkait intervensi fiskal, Wijayanto menilai kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini semakin terbatas.
Hal ini tercermin dari melemahnya tax ratio sejak 2025 hingga proyeksi 2026.
“Dengan kondisi ini, investasi menjadi kunci penyelamat. Kita harus memastikan dunia usaha merasa nyaman berbisnis, dan investor yakin menanamkan modalnya,” tambahnya.
Di tengah keterbatasan fiskal, persoalan ketenagakerjaan juga semakin mendesak.
Data BPJS Ketenagakerjaan mencatat hingga Juli 2025, sudah ada 167.000 peserta mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT), yang sebagian besar merupakan korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Jika tren ini berlanjut, jumlah pencairan bisa mencapai 285.000 hingga akhir tahun. Ini sinyal serius rapuhnya ketenagakerjaan kita,” ungkapnya.
Menurut Wijayanto, tingginya angka PHK disebabkan lemahnya sektor padat karya seperti manufaktur, ritel, agroindustri, dan konstruksi.
Ia menilai sektor-sektor ini harus mendapatkan insentif dan perhatian khusus.
“Kalau tidak ada perbaikan iklim usaha dan dukungan nyata, potensi PHK di tahun ini akan sangat besar,” tegasnya.
Lebih jauh, ia juga menyoroti perlunya strategi agresif dalam menarik investasi, baik asing maupun domestik.
Baca Juga: Daya Beli Masih Tertekan, Diskon Besar GIIAS Tak Cukup Dongkrak Penjualan Mobil
Sayangnya, proses investasi di Indonesia masih dianggap berbelit, termasuk koordinasi lintas kementerian dan pusat-daerah. Kondisi ini membuat sejumlah investor lebih memilih negara tetangga.
“Kasus terbaru adalah TikTok yang memilih Bangkok untuk pembangunan data center dan AI training center senilai US$ 8 miliar, bukan Indonesia,” paparnya.
Wijayanto menegaskan, momentum global seharusnya bisa dimanfaatkan Indonesia. Misalnya, kebijakan Tarif Trump membuka peluang relokasi investasi dari China dan negara Asia lainnya, apalagi tarif Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan negara pesaing.
Ditambah dengan implementasi perjanjian perdagangan Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), peluang investasi semestinya terbuka lebar.
“Namun semua itu hanya bisa terjadi bila kita mampu meningkatkan daya saing dan mempermudah perizinan investasi. OSS belum berjalan efektif, bahkan investasi di kawasan industri dan KEK pun masih berbelit,” ujarnya.
Pemerintah juga perlu memastikan regulasi perburuhan dan perpajakan lebih kondusif, serta menghindari campur tangan pemerintah daerah yang terlalu jauh.
Selanjutnya: Anggaran Ketahanan Pangan Membengkak, Produktivitas Masih Rendah
Menarik Dibaca: Cara Buka Blokir Facebook dengan Bantuan Pusat Dukungan,Cepat & Mudah Dilakukan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News