Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keterlibatan tentara maupun purnawirawan dalam proyek strategis pemerintah dan BUMN kian menonjol sejak dimulainya pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Misalnya saja dengan penunjukan Purnawirawan Mayjen TNI Ahmad Rizal Ramdhani sebagai Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog.
Sebelumnya, posisi Direktur Utama MIND ID juga dipercayakan kepada purnawirawan Marsekal Muda TNI AU Maroef Sjamsoeddin. Sementara itu, Mayor Teddy Indra Wijaya kini menduduki jabatan penting di Sekretariat Kabinet.
Ditambah lagi, ada pula keterlibatan TNI juga merambah ke proyek-proyek prioritas pemerintah. Program ketahanan pangan food estate dan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dilaksanakan dengan dukungan langsung aparat TNI. Mabes TNI bahkan mengerahkan 351 Komando Distrik Militer (Kodim), 14 Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal), serta 41 Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) untuk menyukseskan pelaksanaan MBG. Selain itu, personel TNI turut ditugaskan mengamankan kantor Kejaksaan Agung (Kejagung).
Menurut Herry Gunawan, Pengamat BUMN sekaligus Direktur NEXT Indonesia, fenomena ini tak lepas dari lingkungan terdekat Presiden Prabowo yang memang berasal dari kalangan militer.
“Prabowo besar dan tumbuh di lingkungan militer. Maka tidak heran kalau ia merasa paling percaya kepada mereka, bahkan menganggap yang terbaik adalah orang-orang dari lingkungannya, dalam hal ini tentara,” ujar Herry kepada Kontan, Minggu (17/8/2025).
Ia menilai pola kehidupan militer semakin merembes ke dunia sipil sejak awal pemerintahan. Hal itu terlihat, misalnya, pada program retret yang bernuansa militer dan diikuti pula oleh kalangan pengusaha.
Namun, model kepercayaan bahwa militer adalah yang terbaik di segala lini dianggap tidak sehat.
“Masyarakat sipil bisa terkooptasi oleh tentara, sementara tentara sendiri keluar dari fungsi utamanya sebagai penjaga keamanan negara. Tradisi militer yang menggunakan pendekatan keamanan berpotensi dibawa masuk ke ranah sipil,” jelas Herry.
Baca Juga: Presiden Prabowo Banyak Libatkan TNI, Pengamat Soroti Prinsip Komando
Menurut Herry, perilaku di dunia sipil berbeda jauh dengan militer. Dunia sipil membuka ruang perbedaan, sementara di tradisi militer, perbedaan bisa dianggap sebagai desersi atau keluar dari lingkaran.
“Ini akan berpengaruh pada penerapan prinsip tata kelola, misalnya dalam berdialog dengan para pemangku kepentingan. Prinsip fairness atau kewajaran menuntut adanya perlakuan yang adil bagi semua pihak, dan ini adalah budaya sipil, bukan tentara,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa tentara adalah kelompok masyarakat yang dibenarkan membawa senjata. Hal ini menimbulkan potensi ketidaksetaraan ketika masuk ke ranah sipil.
“Terlalu sulit membayangkan ada kesetaraan di dunia sipil kalau satu pihak bersenjata, sementara pihak lain hanya mengandalkan argumen. Jangan sampai perbedaan pendapat malah dianggap ancaman keamanan,” tambahnya.
Baca Juga: Banyak Satuan Baru di TNI, Cek Rincian Gaji Tentara Sesuai Gaji & Golongan 20265
Menurut Herry, proyek sipil atau entitas bisnis yang dipimpin tentara bisa berpotensi tidak demokratis. Aroma intimidasi sangat mungkin terasa, terutama dalam kasus sensitif seperti pembebasan lahan warga untuk proyek pemerintah.
Herry menilai iklim demokrasi juga bisa melemah akibat intervensi militer. Di birokrasi, pendekatan yang cenderung muncul adalah perintah, bukan dialog yang sehat.
“Multifungsi tentara bukan tradisi yang baik. Biarkan masyarakat sipil mengelola urusannya sendiri, sementara tentara memperkuat posisinya menjaga keamanan bangsa. Jangan biarkan senjata yang kerap berfungsi sebagai ‘alat intimidasi’ masuk ke ranah sipil,” katanya.
Ia menegaskan tidak ada urgensi kehadiran tentara dalam dunia sipil. Menurutnya, masyarakat sipil mampu mengelola sendiri.
“Biarkan tentara profesional di bidangnya, yakni menjaga keamanan dan kedaulatan bangsa, tanpa direpotkan urusan bisnis dan proyek sipil,” tutup Herry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News