kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   -13.000   -0,68%
  • USD/IDR 16.195   57,00   0,35%
  • IDX 7.898   -32,88   -0,41%
  • KOMPAS100 1.110   -7,94   -0,71%
  • LQ45 821   -5,85   -0,71%
  • ISSI 266   -0,63   -0,24%
  • IDX30 424   -3,04   -0,71%
  • IDXHIDIV20 487   -3,38   -0,69%
  • IDX80 123   -1,10   -0,89%
  • IDXV30 126   -1,56   -1,22%
  • IDXQ30 137   -1,32   -0,96%

80 Tahun Merdeka, Ketimpangan Ekonomi Indonesia Masih Jadi PR


Minggu, 17 Agustus 2025 / 21:52 WIB
80 Tahun Merdeka, Ketimpangan Ekonomi Indonesia Masih Jadi PR
ILUSTRASI. BPS melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal kedua 2025 mencapai 5,12% secara tahunan. Angka ini meningkat ketimbang kuartal pertama 2025 yang sebesar 4,87% dan kuartal kedua tahun 2024 sebesar 5,05%.


Reporter: Indra Khairuman | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia rayakan 80 tahun kemerdekaan dengan pencapaian signifikan dalam persatuan, demokrasi, dan pertumbuhan ekonomi, tapi masih ada tantangan besar yang dihadapi, khususnya ketimpangan sosial serta ekonomi yang belum diatasi sepenuhnya.

Syafruddin Karimi, Departemen Ekonomi Universitas Andalas, menegaskan bahwa kemerdekaan 1945 bukanlah akhir dari perjalanan. Menurutnya, itu seharusnya menjadi langkah awal tanggung jawab besar dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan.

"Proklamasi 1945 bukan garis akhir, melainkan pintu awal menuju tanggung jawab besar, menghadirkan keadilan, persatuan, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. 80 tahun setelahnya, tugas itu masih menyisakan pekerjaan rumah besar," ujar Syafruddin dalam keterangannya yang dikutip Kontan.co.id, Minggu (17/8/2025).

Syafruddin menjelaskan bahwa Indonesia berhasil menjaga persatuan dalam keragaman ribuan pulau dan berbagai etnis. Demokrasi tetap berlangsung, ekonomi mengalami pertumbuhan, infrastruktur terus berkembang, pendidikan semakin luas, serta peran internasional semakin kuat.

Baca Juga: Pemerintah Bidik Pertumbuhan Ekonomi 5,4% Tahun Depan, Ekonom Beberkan Tantangannya

"Semua ini menandakan kemerdekaan telah membawa kemajuan nyata," kata Syafruddin.

Namun, ia mengatakan bahwa capaian itu masih dibayangi oleh ketimpangan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rasio Gini nasional pada Maret 2025 berada di angka 0,375, turun dari 0,381 pada September 2024 dan 0,379 pada Maret 2024.

"Angka ini merupakan yang terendah sejak 2019," tegas Syafruddin.

Syafruddin menekankan bahwa ketimpangan di perkotaan lebih tinggi dengan rasio Gini 0,395, sedangkan di daerah perdesaan hanya 0,299.

Ia juga menjelaskan bahwa disparitas antarwilayah sangat nyata. DKI Jakarta mencatat rasio Gini tertinggi yaitu 0,409, disusul DI Yogyakarta di angka 0,401, dan Papua 0,399. Sementara daerah dengan rasio yang terendah adalah Bangka Belitung 0,286, Sulawesi Barat 0,296, dan Gorontalo 0,298.

"Data ini menunjukkan jurang yang nyata antar wilayah meski tren nasional membaik," ucap Syafruddin.

Syafruddin juga menegaskan bahwa ketimpangan ekonomi berkait dengan politik. Demokrasi sering kali dikuasai oleh kalangan elite, yang menyebabkan kehilangan suara rakyat karena kekuatan uang.

Baca Juga: Menkeu Beberkan Strategi Pemerintah Kejar Target Pertumbuhan Ekonomi 5,4% pada 2026

"Inilah bentuk baru dari penjajahan yang menggerogoti kualitas kemerdekaan," tegas Syafruddin.

Menurut Syafruddin, momentum 80 tahun kemerdekaan harus dijadikan titik balik. Indonesia memiliki banyak potensi, seperti bonus demografi, transformasi digital, hilirisasi industri, energi terbarukan, serta posisi strategis di Asia Pasifik.

"Usia 80 tahun harus dijadikan titik balik, bukan sekadar seremoni," kata Syafruddin.

Ia memberikan saran bahwa ada tiga langkah penting yang harus dilakukan. Pertama,  memperkuat institusi agar demokrasi menjadi alat rakyat. Kedua, membangun ekonomi berbasis inovasi. Ketiga, menjamin pembangunan yang berkelanjutan dengan menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi serta keadilan sosial.

"Tiga langkah krusial ini harus ditempuh," ucap Syafruddin.

Syafruddin juga menekankan perayaan kemerdekaan tidak seharusnya hanya sebatas parade dan pesta. Yang lebih dibutuhkan adalah momen refleksi terkait makna kemerdekaan di tengah ketidakpastian pendapatan, ketergantungan pada impor, dan dominasi oligarki.

"Refleksi jauh lebih penting," ujar Syafruddin.

Menurutnya, meski rasio Gini nasional turun ke 0,375, situasi di beberapa provinsi masih pahit karena ketimpangan tetap ada. Jakarta, Yogyakarta, dan Papua adalh wilayah yang paling terdampak, sedangkan Bangka Belitung, Sulawesi Barat, dan Gorontalo lebih merata.

"Angka-angka ini menegaskan bahwa kemerdekaan politik belum sepenuhnya berbuah keadilan sosial," jelas Syafruddin.

Syafruddin mengatakan bahwa delapan dekade kemerdekaan menunjukkan ketangguhan bangsa. Namun, masih ada tantangan besar yaitu membebaskan diri dari ketidakadilan ekonomi, politik, dan sosial.

"Kini jelas, apakah Indonesia hanya merdeka dari penjajah, atau juga benar-benar merdeka dari ketidakadilan?," pungkas Syafruddin.

Baca Juga: Pelemahan Daya Beli Hingga PHK Jadi Tantangan Ekonomi Pemerintahan Prabowo pada 2026

Selanjutnya: PalmCo Gelar Program Tanam Padi Gogo Seluas 110 Ha di Humbahas

Menarik Dibaca: Cara Buka Blokir Facebook dengan Bantuan Pusat Dukungan,Cepat & Mudah Dilakukan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mengelola Tim Penjualan Multigenerasi (Boomers to Gen Z) Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×