kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sri Mulyani Ungkap Kronologi Adanya Informasi Transaksi Mencurigakan Rp 349 Triliun


Senin, 27 Maret 2023 / 14:22 WIB
Sri Mulyani Ungkap Kronologi Adanya Informasi Transaksi Mencurigakan Rp 349 Triliun
ILUSTRASI. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan terkait kronologi adanya dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan terkait kronologi adanya dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) seperti diungkap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Sri Mulyani mengaku awalnya kaget mendengar kabar tersebut. Sebab sebelumnya belum menerima laporan langsung dari PPATK terkait transaksi mencurigakan tersebut.

Kala itu, informasi transaksi mencurigakan ramai di media massa karena Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia Mahfud MD menyampaikan di sosial media bahwa ada transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp 349 triliun.

“Tanggal 8 Maret, Pak Mahfud menyampaikan ke media ada transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan Rp 300 triliun. Kami kaget karena mendengarnya dalam bentuk berita di media. Kami cek kepada Pak Ivan (Kepala PPATK Ivan Yustiavandana) tidak ada surat tanggal 8 Maret ke Kemenkeu,” jelasnya saat melakukan rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (27/3).

Baca Juga: PPATK: Transaksi Janggal Rp 300 Triliun di Kemenkeu Bukan Korupsi atau Pencucian Uang

Menurutnya, pihaknya baru menerima surat dari PPATK keesokan harinya yakni pada 9 Maret 2023 dengan nomor suart SR/2748/AT.01.01/III2023 tertanggal 7 Maret. “Surat baru kami terima by hand tanggal 9 Maret. Tanggal 8 sehari sebelumnya sudah disampaikan ke publik yang kami belum terima,” kata Sri Mulyani.

Selain itu, Sri Mulyani mengaku, saat menerima surat dari PPATK, tidak ada nominal angka di dalamnya. Dia juga mengatakan, baru pertama kali menerima sebanyak 196 surat dengan 36 halaman lampiran. Sehingga karena tidak ada pernyataan angka di dalam surat tersebut, pihaknya juga merasa kesulitan untuk berkomentar atau melakukan klarifikasi.

Kemudian, Kepala PPATK disebut kembali mengirim surat dengan format yang hampir mirip, yang terdiri dari 300 surat yang menjelaskan ada transaksi janggal sebesar Rp 349 triliun.

Meski begitu, Sri Mulyani mengklaim jumlah itu tidak semuanya berhubungan dengan Kementerian Keuangan.

“Ternyata 300 surat ini yang Rp 349 triliun, 100 surat PPATK ke aparat penegak hukum (APH) lain, jadi bukan ke kita dengan nilai transaksi Rp 74 triliun itu periode 2009-2023,” imbuhnya.

Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyatakan, transaksi janggal senilai Rp 349 triliun yang ada di Kemenkeu tidak berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan juga korupsi yang ada di Kemenkeu.

Menurut Ivan, transaksi tersebut terkait dengan tugas pokok dan fungsi Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal, dari tindak pidana pencucian uang, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010.

“Jangan ada salah persepsi di publik bahwa yang kami sampaikan kepada Kemenkeu bukan tentang adanya  penyalahgunaan kekuasaan atau korupsi yang dilakukan oknum pegawai Kemenkeu,” kata Ivan kepada awak media, Selasa (14/3).

Ivan menjelaskan, biasanya memang PPATK memberikan data tersebut kepada Kemenkeu yang merupakan penyidik tindak pidana asal dari TPPU. Sehingga setiap kasus yang terkait dengan kepabeanan dan perpajakan akan diatasi langsung oleh Kemenkeu.

“Setiap kasus yang terkait dengan kepabeanan maupun kasus yang terkait perpajakan kami sampaikan ke Kementerian keuangan. Kasus-kasus itulah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar, yang kita sebut Rp 300 triliun,” kata Ivan.

Baca Juga: Di Hadapan DPR, PPATK Jelaskan Soal Transaksi Mencurigakan Senilai Rp 349 Triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×