Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai program-program populis yang digagas Presiden Prabowo Subianto dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 berisiko sulit terealisasi.
Menurut Ekonom Senior INDEF Fadhil Hasan, birokrasi Indonesia dinilai belum memiliki kapasitas yang cukup untuk mengeksekusi belanja negara dalam skala besar.
"Saya kira birokrasi kita itu belum mampu untuk bisa melakukan melakukan pelaksanaan program itu yang begitu besar, sehingga ada risiko yang cukup besar saya kira itu tidak tercapai dalam program yang dikenalkan oleh Pak Prabowo itu berbagai program yang populis ini," ujar Fadhil dalam acara diskusi publik, Minggu (17/8/2025).
Baca Juga: Pelemahan Daya Beli Hingga PHK Jadi Tantangan Ekonomi Pemerintahan Prabowo pada 2026
Fadhil mengingatkan bahwa RAPBN 2026 sarat dengan berbagai program populis, namun tanpa perencanaan matang, ada risiko besar program-program ini tidak berjalan sesuai rencana.
Menurutnya, pemerintah seharusnya terlebih dahulu mengidentifikasi berbagai concern atau tantangan, mulai dari keterbatasan anggaran, kelemahan institusional, hingga potensi risiko yang muncul.
"Bisa saja tercapai tapi memerlukan suatu perubahan yang cukup signifikan dalam organisasi birokrasi kita," katanya.
Baca Juga: Regulasi Baru Harga Biodiesel B40 Akan Terbit, Ada Potensi Masuknya Pajak Karbon
Selain masalah birokrasi, Fadhil turut menyoroti tantangan penerimaan negara, khususnya target kenaikan penerimaan perpajakan hingga 12% pada tahun depan.
Menurutnya, angka tersebut cukup menantang dan berpotensi menjadi hambatan utama dalam menjaga keseimbangan anggaran.
Selanjutnya: Pelemahan Daya Beli Hingga PHK Jadi Tantangan Ekonomi Pemerintahan Prabowo pada 2026
Menarik Dibaca: Cara Buka Blokir Facebook dengan Bantuan Pusat Dukungan,Cepat & Mudah Dilakukan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News