Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto
Karyono coba menganalisa melalui Pemilihan Presiden di luar negeri pada tahun 2014. Dimana, Pemilu di Belanda dan Hong Kong memenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (JK).
Terlebih, pada Pilpres 2019 ini, pemilih di Hong Kong meningkat sebanyak 50%. Selain itu, negara-negara yang mengalami masalah itu merupakan basis suara Jokowi.
"Dalam konteks ini ada bukan kesalahan biasa yang disengaja tapi ada desain yang secara sistematis dari jauh hari menyiapkan strategi untuk memenangkan calon tertentu," kata Karyono.
"Di daerah-daerah yang merupakan basis pasangan capres tertentu maka yang bisa dilakukan dari kompetitornya adalah mengurangi jumlah pemilih dan mengurangi jumlah pemilih untuk menggunakan hak pilihnya seperti yang terjadi di Belanda itu bisa saja juga terjadi bagian dari skenario," tambahnya.
Ia mencontohkan bagaimana ada upaya pengkondisian untuk meraih hasil maksimal perolehan suara biasanya dilakukan dengan berbagai cara.
Di antaranya membuat kondisi dimana masyarakat tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Caranya, dengan dikurangi DPT-nya.
Hal itu, lanjut Karyono, juga pernah terjadi di Pilkada DKI Jakarta di mana basis pemilih loyal Basuki Tjahja Purnama (BTP) di kawasan Kelapa Gading tak bisa mencoblos lantaran surat suara habis.
"Kemudian juga dibuat skenario dimana masyarakat nantinya tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Yang terjadi di luar negeri hampir mirip yang terjadi di Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Itu taktik untuk mengurangi jumlah suara kompetitornya," jelas Karyono. (Danang Triatmojo)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Beredar Exit Poll Hasil Pemilu Luar Negeri, Ini Penjelasan KPU
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News