Reporter: Dea Chadiza Syafina |
JAKARTA. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Pramono Anung sepakat dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahwa komisi antirasuah itu lebih berwenang untuk menangani perkara korupsi pengadaan alat simulator di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri.
Pramono menyebut bahwa kewenangan itu sesuai dengan Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. "UU KPK khususnya pasal 50 ayat 3 dan 4 dan juga Pasal 9 itu sudah memberikan kewenangan kepada KPK," ujar Pramono di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/8).
Pramono juga menegaskan bahwa mengenai nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) yang dijadikan dasar oleh pihak Bareskrim Polri dalam menyidik kasus ini, tidak boleh bertentangan dengan UU KPK. Di sinini, MoU tidak memiliki dasar yang kuat dan tidak lebih mengikat dibandingkan dengan undang-undang.
"Bagi saya MoU itu tidak penting. Yang penting undang-undang dan itu harus digunakan KPK untuk bertindak dalam persoalan yang menyangkut Polri," kata Pramono.
Seperti diketahui, KPK dan Polri sama-sama menangani kasus korupsi simulator untuk ujian SIM. Dalam proyek senilai Rp 196,8 miliar ini ditemukan kerugian negara sekitar Rp 100 miliar.
KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah mantan Kepala Korlantas Irjen Pol Djoko Susilo, Wakil Kepala Korlantas Brigjen Pol Didik Purnomo yang kini telah non-aktif, Presiden Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo Bambang.
Yang menarik, tiga nama terakhir juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri. Selain itu Mabes Polri juga menetapkan dua tersangka lain, yaitu AKBP Teddy Rismawan dan Kompol Legimo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News