Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak telah menetapkan enam perusahaan asing yang bakal menjadi pemungut, penyetor, dan pelapor pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi barang/jasa digital. Konsumen barang/jasa tersebut nantinya akan membayar 10% dari nilai transaksi mulai 1 Agustus 2020.
Enam perusahaan yang ditunjuk itu telah menerima surat keterangan terdaftar dan nomor identitas perpajakan sebagai pemungut PPN antara lain Amazon Web Service Inc., Google Asia Pasific Pte. Ltd., Google Ireland Ltd., Google LLC., Netflix Internasional B.V. dan, Spotify AB.
Baca Juga: CITA: Semester II-2020, penerimaan pajak bakal tertolong pemulihan ekonomi
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2020 tentang Batasan Kriterian Tertentu Pemungut serta Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.
Sebelumnya, Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan, implementasi dari pungutan PPN barang/jasa digital bisa lebih dari Rp 10,2 triliun. Namun, khusus untuk enam perusahaan yang baru ditunjuk, dirinya belom punya proyeksi.
Kendati begitu, kata Yoga enam perusahaan ini barulah tahap pertama. Artinya, kemungkinan di tahun ini masih ada pertambahan perusahaan digital asing yang bertanggung jawab atas pajak konsumen.
Sementara itu, dalam kajian Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) Perpajakan atau omnibus law perpajakan yang sedang diajukan pemerintah ke parlemen terlebih dahulu sudah memuat potensi penerimaan PPN atas barang/jasa digital dari subjek pajak luar negeri (SPLN).
Baca Juga: DDTC prediksi penerimaan pajak tahun ini sulit tercapai
Kemenkeu menetapkan potensi PPN bisa mencapai Rp 10,2 triliun pada tahun 2017. Proyeksi tersebut atas catatan nilai transaksi tujuh jenis barang/jasa digital sebanyak Rp 102,67 triliun.
Pertama, sistem perangkat lunak dan aplikasi Rp 14,06 triliun. Kedua, game, video, musik Rp 880 miliar. Ketiga, film Rp 7,65 triliun. Keempat, perangkat lunak khusus (teknik, desain) Rp 1,77 triliun. Kelima, perangkat lunak handphone Rp 44,75 triliun. Keenam, TV berbayar/hak siar Rp 16,49 triliun. Ketujuh,media sosial Rp 17,07 triliun.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menilai potensi penerimaan dari PPN barang/jasa digital tersebut relatif besar mengingat Indonesia sebagai negara pasar. Trennya juga terus meningkat.
“Saya optimis jika selama implementasinya berjalan baik dan nantinya diperluas kepada lebih dari enam SPLN, angkanya bisa lebih dari Rp 10 triliun,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Rabu (8/7).
Baca Juga: Era new normal dimulai, penerimaan pajak mulai menggeliat
Catatan Darusaalam, ada baiknya pemerintah memberlakukan kembali Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK 210/PMK.10/2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce) yang sebelumnya sudah dicabut.
Kata Darussalam, beleid tersebut telah mengatur mengenai upaya meningkatkan kepatuhan dari pelaku di ekosistem digital dalam negeri. Salah satunya ialah dengan adanya kewajiban rekapitulasi data transaksi.
“Kewajiban tersebut niscaya akan memudahkan otoritas pajak dalam profiling wajib pajak dan mengoptimalkan penerimaan dari sektor digital,” ujar Darussalam.
Baca Juga: Semester I 2020, penerimaan pajak ambles 12%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News