Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
Terlebih dalam rencana perdamaian yang diajukan, Internux tak melampirkan rencana bisnis, maupun laporan keuangannya.
"Induk debitur, First Media kan juga punya layanan yang sama, kemudian bagaimana bersaingnya? Sayangnya dalam proposal debitur ini kan tidak memberikan rencana bisnis, terus bagaimana kita bisa tau, misal berapa revenue?" sambung Henry.
Sementara Presiden Direktur Internux Dicky Moechtar menyatakan rencana perdamaian yang diajukan sejatinya sudah tetap. Dengan pertimbangan bisnis Internux ke depan.
"Kalau usulan tentu kita terima sepanjang sejalan dengan rencana pemulihan. Kalau soal business plan, ya bagaimana kita sama-sama operator masa buka dapur sendiri? Lagi pula dalam paparan tadi sudah sangat jelas," katanya kepada Kontan dalam kesempatan yang sama.
Mengingatkan, Internux musti merestrukturisasi utang-utangnya melalui jalur PKPU semenjak 17 September 2018 lalu. Perkara terdaftar dengan nomor 126/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst.
Internux masuk belenggu PKPU dari permohonan PT Equasel Selaras, dan PT Intiusaha Solusindo. Dalam permohonannya Equasel berupaya menagih utang Internux senilai Rp 3,21 miliar, sementara tagihan Intiusaha senilai Rp 932 juta.
Sementara nilai tagihan anak usaha PT First Media Tbk (KBLV) ini mencapai Rp 5,65 triliun yang berasal dari 285 kreditur. Perinciannya ada 3 kreditur separatis (dengan jaminan) dengan nilai tagihan Rp 274,55 miliar, dan 282 kreditur konkuren (tanpa jaminan) senilai Rp 5,37 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News