kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.917.000   -7.000   -0,36%
  • USD/IDR 16.220   -84,00   -0,52%
  • IDX 7.893   101,21   1,30%
  • KOMPAS100 1.117   11,96   1,08%
  • LQ45 830   6,60   0,80%
  • ISSI 263   5,24   2,03%
  • IDX30 429   3,31   0,78%
  • IDXHIDIV20 492   4,68   0,96%
  • IDX80 124   0,93   0,75%
  • IDXV30 128   0,92   0,73%
  • IDXQ30 138   1,74   1,27%

DJP Perketat Kerahasiaan Data Pajak Demi Penuhi Standar OECD


Rabu, 13 Agustus 2025 / 15:12 WIB
DJP Perketat Kerahasiaan Data Pajak Demi Penuhi Standar OECD
ILUSTRASI. Lanskap gedung di kawasan bisnis Jakarta, Senin (9/6/2025). Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, hingga Bank Indonesia (BI) kompak memperkirakan laju ekonomi Indonesia pada tahun 2026 berkisar di bawah 5%. Proyeksi ini lebih rendah dari target optimistis pemerintah sebesar 5%. OECD dalam laporan Economic Outlook edisi Juni 2025 menurunkan proyeksi pertumbuhan Indonesia tahun depan dari 4,9% menjadi 4,7%. (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan pentingnya menjaga kerahasiaan data wajib pajak sebagai salah satu syarat keanggotaan dalam kesepakatan internasional di bawah Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Kesepakatan tersebut, yang diikuti oleh sejumlah negara berkembang termasuk Indonesia, mewajibkan penerapan Automatic Exchange of Information (AEoI) atau pertukaran informasi otomatis antarnegara.

Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Jawa Barat III, Waluyo mengatakan, melalui AEoI, setiap negara anggota harus saling berbagi data keuangan warga negaranya yang memiliki penghasilan di negara lain kepada negara domisili atau permanent resident mereka.

"Jadi kalau ada warga negara OECD yang mempunyai penghasilan di negara lain, maka negara lain itu harus memberikan laporan kepada resident-nya, atau permanent resident-nya si warga negara tadi," ujar Waluyo dalam diskusi publik yang dipantau daring, Selasa (12/8/2025).

Baca Juga: Kemenkeu: Total Tagihan Biaya Keanggotaan OECD Capai Rp 245 Miliar hingga 2026

Penerapan AEOI ini, kata dia, membutuhkan sistem keamanan data yang ketat. Bahkan, di lingkungan kantor pajak sendiri, akses terhadap ruang tertentu dibatasi demi menjaga kerahasiaan informasi.

"Kita ada akses semacam-macam, bahkan kita sendiri sebagai petugas pajak tidak semua ruangan kita bisa akses. Ada ruangan tertentu yang itu tadi terkait kerahasiaan data," katanya.

Baca Juga: OECD: Selama Dua Dekade, Kontribusi Pajak Penghasilan Indonesia Cenderung Menurun

Meski telah menjadi bagian dari kesepakatan OECD, Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan untuk memenuhi seluruh standar. 

Salah satunya integrasi sistem aplikasi perpajakan yang sudah diminta OECD sejak beberapa tahun lalu, namun baru mulai diimplementasikan pada 2025 karena faktor sosial, politik, dan teknis.

Waluyo menegaskan, tanpa penerapan AEoI, Indonesia berisiko dikeluarkan atau diblokir dari keanggotaan OECD.

Baca Juga: Airlangga & Menteri Perdagangan & Investasi Selandia Baru Bahas Dukungan Aksesi OECD

Selanjutnya: Begini Cara Menggali Kreativitas Anak Down Syndrome Lewat Karya Seni

Menarik Dibaca: Begini Cara Menggali Kreativitas Anak Down Syndrome Lewat Karya Seni

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

[X]
×