Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman, menyoroti tren menurunnya proporsi penerimaan pajak penghasilan (PPh) dalam struktur penerimaan pajak nasional.
Berdasarkan data yang dibandingkan dari OECD dan Badan Pusat Statistik (BPS), ia menyebut penurunan kontribusi PPh telah berlangsung sejak lama dan mencerminkan masalah struktural dalam sistem perpajakan Indonesia.
"Penurunan persentase tersebut mengakibatkan proporsi penerimaan PPN meningkat dibandingkat jenis pajak lainnya," ujar Raden kepada Kontan.co.id, Rabu (23/7).
Kenaikan ini, menurut Raden, menggambarkan dominasi sektor rumah tangga dan perdagangan dalam perekonomian Indonesia, dibandingkan sektor industri manufaktur yang seharusnya menjadi tulang punggung penerimaan PPh.
Baca Juga: Pajak Orang Kaya Perlu Ditingkatkan, AMRO Soroti Kesenjangan Tarif PPh
Ia juga mencatat bahwa penurunan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% sejak berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja pada 2022 berdampak langsung pada menurunnya proporsi penerimaan PPh.
"Efek penurunan tarif berdampak pada penurunan penerimaan PPh. Setelah itu, persentase proporsi penerimaan tidak banyak berubah," katanya.
Raden juga menilai bahwa Otoritas Pajak belum optimal dalam menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum.
Padahal, kata dia, Otoritas Pajak dianggap efektif jika dapat mengumpulkan PPh lebih dominan dibandingkan dengan pajak tidak langsung seperti pajak pertambahan nilai (PPN).
Menurutnya, ketidakberhasilan mengumpulkan pajak tersebut mengindikasikan adanya tax gap yang besar.
"Angka ini bisa menjadi kebalikan. Tax gap tinggi mengakibatkan penerimaan PPh rendah, sebaliknya tax gap rendah mengakibatkan penerimaan PPh tinggi. Indikasi tingginya tax gap menunjukkan ketidakefektifan Otoritas Pajak," imbuh Raden.
Sebagai solusi, Raden mengusulkan reformasi kelembagaan otoritas pajak. Saat ini, otoritas pajak masih setingkat eselon satu di bawah Kementerian Keuangan.
Baca Juga: Penerimaan Pajak Turun 10,8% Per April 2025
"Sudah saatnya untuk melakukan reformasi dari eselon satu menjadi otoritas pajak yang semi otonom. Masih dalam lingkup Kementerian Keuangan, namun memiliki fleksibilitas organisasi," pungkasnya.
Untuk diketahui, Selama lebih dari dua dekade terakhir, kontribusi pajak penghasilan dan keuntungan (income & profits) terhadap total penerimaan pajak Indonesia cenderung stagnan.
Berdasarkan laporan OECD bertajuk Revenue Statistic in Asia and the Pacific 2025, angka kontribusi ini pada tahun 2023 tercatat sebesar 42,2%, tidak jauh berbeda dari level tahun 2000 yang mencapai 47,7%.
Secara rinci, kontribusi PPh Indonesia pada tahun 2018 tercatat sebesar 42,2%, kemudian melanjutkan penurunan menjadi 42,1% pada 2019, sebesar 38,2% pada 2020, kemudian sedikit naik menjadi 38,3% pada tahun 2021, serta menunjukkan stagnan sebesar 42,2% pada tahun 2022 dan 2023.
Baca Juga: Trump Siapkan Tarif Balas Atas Pajak Digital, Indonesia Perlu Waspada
Tren tersebut menunjukkan bahwa pajak penghasilan (PPh) masih menjadi tulang punggung penerimaan negara, namun belum menunjukkan peningkatan yang signifikan seiring perubahan struktur ekonomi Indonesia.
Bahkan, kontribusi PPh Indonesia mengalami sedikit penurunan sejak puncaknya di awal tahun 2000-an.
Sebagai perbandingan, negara-negara seperti Malaysia mengalami peningkatan dari 54,6% pada tahun 2000 menjadi 67,6% pada tahun 2023.
Selanjutnya: Terapkan CEOR, Pertamina Hulu Rokan (PHR) Dapat Tambahan Produksi 2.800 Barel Minyak
Menarik Dibaca: Apa Sayuran yang Bisa Menurunkan Kadar Kolesterol Tinggi dengan Cepat?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News