Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa rata-rata proporsi pendapatan masyarakat untuk ditabung dan membayar cicilan mengalami penurunan pada Februari 2025.
Sementara itu, proporsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi mengalami peningkatan.
Wakil Direktur LPEM FEB UI, Jahen Fachrul Rezki, menyampaikan bahwa kondisi ini menunjukkan hampir seluruh pendapatan masyarakat digunakan untuk konsumsi. Ia menilai bahwa apabila proporsi konsumsi makanan semakin besar, maka hal tersebut menandakan menurunnya daya beli masyarakat.
“Karena sebagian besar pendapatan digunakan untuk konsumsi makanan, bukan untuk konsumsi non-makanan dan spending lainnya,” tutur Jahen kepada Kontan, Selasa (11/3).
Baca Juga: BPS: Tingkat Konsumsi Masyarakat Kuartal III-2024 Masih Terjaga
Sejalan dengan itu, berdasarkan riset Mandiri Institute mengenai perkembangan belanja masyarakat per Maret 2025, indeks tabungan kelompok bawah tercatat mencapai 79,4, turun dibandingkan Februari 2024 yang mencapai 82,4.
Tingkat tabungan kelompok bawah ini terus mengalami tren pelemahan dan berada pada level terendah saat ini, yaitu pada Februari 2025. Di sisi lain, indeks tabungan kelompok menengah pada Februari 2025 mencapai 100,7, yang merupakan level terendah sejak Maret 2024. Sebagai perbandingan, indeks tabungan kelompok menengah pada Februari 2024 mencapai 100,5.
Selain itu, indeks tabungan kelas atas juga mengalami penurunan, tercatat sebesar 97,1 pada Februari 2025, lebih rendah dibandingkan Februari 2024 yang mencapai 98,8.
Jahen menilai bahwa menurunnya tingkat tabungan masyarakat menunjukkan semakin sedikitnya sisa pendapatan yang dapat disimpan.
Baca Juga: Masyarakat Indonesia Terindikasi Makin Konsumtif dan Impulsif dalam Berbelanja
Melihat kondisi ini, dikhawatirkan daya beli masyarakat akan terus melemah dalam jangka panjang, yang pada akhirnya dapat berdampak pada perekonomian secara keseluruhan.
“Selain itu, bisa jadi akan banyak masyarakat yang gagal bayar cicilan utang, dan tentunya hal ini akan menjadi permasalahan bagi sektor perbankan nantinya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Jahen menekankan bahwa kondisi ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, mengingat daya beli masyarakat yang kuat dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang layak. Jika tidak ditangani dengan baik, perlambatan ekonomi dalam negeri berpotensi terus berlanjut.
Selanjutnya: Proyeksi IHSG Usai Turun Peringkat, Masih Bisa ke Level 7.000 Hingga Akhir Tahun?
Menarik Dibaca: Didominasi Cuaca Berawan, Ini Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (12/3)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News