kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.702.000   23.000   1,37%
  • USD/IDR 16.450   -42,00   -0,26%
  • IDX 6.665   119,20   1,82%
  • KOMPAS100 951   16,29   1,74%
  • LQ45 748   15,90   2,17%
  • ISSI 208   3,64   1,78%
  • IDX30 390   8,22   2,16%
  • IDXHIDIV20 467   6,80   1,48%
  • IDX80 108   1,96   1,84%
  • IDXV30 111   0,63   0,57%
  • IDXQ30 128   2,31   1,84%

Kebijakan Ini Berpotensi Tekan Konsumsi Masyarakat selama Ramadan dan Lebaran 2025


Selasa, 11 Maret 2025 / 17:06 WIB
Kebijakan Ini Berpotensi Tekan Konsumsi Masyarakat selama Ramadan dan Lebaran 2025
ILUSTRASI. Ada beberapa kebijakan pemerintah yang berpotensi menekan daya beli masyarakat selama Ramadan dan Lebaran tahun ini.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Ada beberapa kebijakan pemerintah yang berpotensi menekan daya beli masyarakat selama Ramadan dan Lebaran tahun ini.

Salah satunya, kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, adalah skema tarif efektif rata-rata (TER) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

Menurutnya, dengan mekanisme pemotongan pajak yang berbasis estimasi pendapatan tahunan, karyawan akan mengalami pemotongan pajak yang lebih besar pada bulan pembayaran THR dan bonus, sehingga jumlah bersih yang mereka terima lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya. 

"Dampaknya, pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income) menurun, sehingga masyarakat cenderung lebih selektif dalam pengeluaran selama Ramadan dan Lebaran," ujar Josua kepada Kontan.co.id, Selasa (11/3).

Baca Juga: Bukan Gaya Hidup, Konsumsi Masyarakat pada Ramadan 2025 Lebih Fokus pada 2 Hal Ini

Penurunan daya beli ini terutama akan berdampak pada barang konsumsi sekunder dan tersier, seperti pakaian premium, barang elektronik, serta pengeluaran untuk hiburan dan perjalanan wisata. 

Data menunjukkan bahwa indeks pembelian barang tahan lama (durable goods) mengalami penurunan, mengindikasikan bahwa konsumen semakin berhati-hati dalam belanja produk non-esensial. 

Sementara itu, inflasi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 2,25% pada Februari 2025 menandakan bahwa harga kebutuhan pokok cenderung meningkat menjelang Ramadan, yang dapat semakin mempersempit ruang belanja masyarakat. 

"Dengan tekanan pajak tambahan dari skema TER PPh 21, kemungkinan besar masyarakat akan memprioritaskan pengeluaran untuk kebutuhan pokok dan menekan konsumsi barang lainnya," kata Josua.

Josua menyebut, dampak terbesar dari kebijakan ini akan dirasakan oleh kelas menengah dan kelas rentan, yang jumlahnya mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. 

Data menunjukkan, jumlah kelas menengah turun dari 57,3 juta orang (2019) menjadi 47,9 juta orang (2024), sementara kelompok yang menuju kelas menengah meningkat. 

Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin banyak masyarakat berada dalam posisi ekonomi yang lebih rentan terhadap tekanan pajak dan kenaikan harga, sehingga pengurangan THR dan bonus akibat skema TER PPh 21 dapat semakin membatasi daya beli mereka selama Ramadan dan Lebaran.

Kendati begitu, Josua memandang, jika dibandingkan dengan Ramadan 2024, konsumsi pada Ramadan 2025 masih akan tumbuh tetapi dengan pola yang lebih berhati-hati. 

Program stimulus ekonomi pemerintah, seperti diskon tarif tol 20%, diskon tiket pesawat lebih dari 10%, program mudik gratis bersama BUMN, tiket gratis angkutan laut, serta operasi pasar untuk stabilisasi harga bahan pokok, dapat membantu menopang konsumsi masyarakat selama Lebaran. 

"Namun, penurunan pendapatan akibat pemotongan pajak yang lebih tinggi tetap akan membatasi potensi pertumbuhan konsumsi, terutama di sektor ritel dan pariwisata," katanya.

Indeks Penjualan Riil (IPR) yang mengalami kontraksi 4,8% pada Januari 2025 mengindikasikan bahwa tekanan konsumsi sudah mulai terasa sejak awal tahun dan dapat berlanjut hingga Ramadan.

Menurutnya, kebijakan ini juga dapat mengubah pola konsumsi masyarakat. Konsumen akan lebih fokus pada diskon, promosi, dan barang dengan harga lebih terjangkau. 

Baca Juga: BI: Konsumsi Rumah Tangga Perlu Didorong untuk Menopang Permintaan Domestik

Di sisi lain, peningkatan mobilitas selama mudik yang didorong oleh insentif transportasi pemerintah mungkin akan tetap menjaga perputaran ekonomi di daerah, tetapi belanja barang konsumsi tersier kemungkinan akan menurun.

Dalam jangka pendek, Josua menilai, kebijakan TER PPh 21 dapat menghambat pertumbuhan konsumsi rumah tangga, yang merupakan kontributor terbesar terhadap PDB Indonesia. 

Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan beberapa langkah mitigasi, seperti meningkatkan cakupan subsidi transportasi mudik, memperluas Operasi Pasar untuk stabilisasi harga bahan pokok, atau menyesuaikan skema pemotongan PPh 21 agar tidak terlalu membebani pendapatan dalam satu bulan tertentu. 

"Dengan demikian, dampak negatif dari kebijakan ini terhadap daya beli masyarakat selama Ramadan dan Lebaran dapat diminimalkan, sehingga pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2025 tetap dapat terjaga," kata Josua.

Selanjutnya: Kemendag Sebut Perusaahan Nakal yang Sunat Takaran Minyakita Sudah di Segel

Menarik Dibaca: 7 Cara Menyembuhkan Asam Urat dengan Cepat, Simak Penjelasannya!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU

[X]
×