kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.360.000   29.000   1,24%
  • USD/IDR 16.616   9,00   0,05%
  • IDX 8.067   -160,68   -1,95%
  • KOMPAS100 1.104   -18,58   -1,66%
  • LQ45 772   -16,13   -2,05%
  • ISSI 289   -5,28   -1,79%
  • IDX30 403   -8,81   -2,14%
  • IDXHIDIV20 455   -7,63   -1,65%
  • IDX80 122   -2,25   -1,82%
  • IDXV30 131   -1,45   -1,10%
  • IDXQ30 127   -1,92   -1,49%

Keseimbangan Primer Masih Catatkan Surplus, Ekonom: Penyerapan Belanja Lambat


Selasa, 14 Oktober 2025 / 19:35 WIB
Keseimbangan Primer Masih Catatkan Surplus, Ekonom: Penyerapan Belanja Lambat
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (kanan) bersama Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kiri) menyampaikan paparan pada konferensi pers APBN KiTa edisi Oktober 2025 di Jakarta, Selasa (14/10/2025). Menteri Keuangan melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 mengalami defisit sebesar Rp371,5 triliun atau 1,56 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per 30 September 2025. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/nym.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga September 2025 mencapai 1,56% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara Rp 371,5 triliun.

Posisi ini melebar dibandingkan defisit Agustus 2025 yang tercatat sebesar 1,35% PDB.

Baca Juga: Defisit APBN Melebar 1,56% dari PDB per September 2026

Meski demikian, pemerintah belum melakukan strategi gali lubang tutup lubang utang. Hal ini tercermin dari keseimbangan primer yang masih mencatatkan surplus Rp 18 triliun, atau sekitar 16,4% dari target defisit keseimbangan primer dalam outlook APBN 2025 sebesar Rp 109,9 triliun.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menilai, surplus keseimbangan primer tersebut mencerminkan lambatnya penyerapan belanja pemerintah, terutama pada belanja kementerian/lembaga (K/L) dan belanja daerah.

“Jika tidak dipercepat di kuartal IV, hal ini bisa menahan laju pertumbuhan ekonomi,” ujar Rizal kepada Kontan.co.id Selasa (14/10/2025).

Hingga September 2025, realisasi belanja K/L baru mencapai Rp 800,9 triliun atau 62,8% dari pagu anggaran.

Sementara belanja daerah hingga 13 Oktober 2025 baru mencapai Rp 724,45 triliun atau 51,48% dari pagu.

Baca Juga: Mengenal Family Office, Proyek yang Ditolak Menkeu Purbaya untuk Didanai APBN

Rizal menambahkan, tantangan pemerintah ke depan adalah menjaga keseimbangan antara disiplin fiskal dan dorongan pertumbuhan, agar konsolidasi anggaran tidak justru membuat ekonomi kehilangan momentum ekspansi.

Ia menilai, surplus keseimbangan primer ini menandakan posisi fiskal pemerintah cukup kuat.

Pendapatan negara sudah mampu menutup seluruh belanja primer tanpa perlu menambah utang baru untuk membayar bunga utang lama.

“Artinya, defisit yang terjadi bukan karena belanja berlebihan, melainkan karena beban bunga yang masih besar,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Rizal mengatakan, kondisi ini menunjukkan adanya disiplin fiskal yang membaik di tengah realisasi belanja negara yang masih moderat, yakni baru mencapai Rp 2.234,8 triliun atau 63,4% dari outlook.

Menurutnya, pemerintah berhasil menjaga penerimaan negara, baik dari sektor perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terutama dari sumber daya alam, sambil menekan ekspansi belanja yang kurang produktif.

“Kondisi ini memberi sinyal positif terhadap kredibilitas dan keberlanjutan fiskal, karena struktur defisitnya lebih sehat,” kata Rizal.

Sementara itu, Chief Economist Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo menilai, surplus keseimbangan primer ini menunjukkan bahwa posisi fiskal Indonesia tetap kuat, karena pendapatan negara masih mampu menutup seluruh belanja utama tanpa menambah utang baru.

Baca Juga: Defisit APBN Melebar Jadi 1,56% PDB Per September 2025

Menurutnya, hasil ini menjadi bukti bahwa arah konsolidasi fiskal berjalan efektif dan kualitas pengelolaan anggaran semakin baik.

“Selama keseimbangan primer dapat dijaga positif, fondasi fiskal Indonesia akan tetap sehat, kredibel, dan mampu menjaga kepercayaan investor terhadap perekonomian nasional,” tegas Banjaran.

Selanjutnya: Dibayangi Sentimen Dagang AS – China, Harga Logam Mulia Kompak Naik

Menarik Dibaca: Sentimen Positif Pasar Kripto di Tengah Tekanan Penambahan Tarif Impor AS ke China

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×