Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Hasil Mandiri Business Survey 2025 mencatat, mayoritas pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) menyatakan kondisi omzet mengalami stagnasi dan cenderung memburuk pada 2025. Kondisi ini bahkan lebih rendah dibandingkan dua tahun terakhir.
Dari 1.211 responden yang berasal dari 54% Pulau Jawa, 21% Pulau Sumatra, 10% Sulawesi, dan 9% Kalimantan, sebanyak 51% atau mayoritas responden menyatakan kondisi usahanya stagnan dan cenderung memburuk.
Secara lebih rinci, sebanyak 36% responden mengaku kondisi usahanya stagnan, turun dari tahun 2024 yang mencapai 56%. Sementara itu, 15% responden menyatakan kondisi usahanya memburuk, meningkat dibandingkan tahun 2024 yang sebesar 10%. Di sisi lain, 48% responden menyatakan kondisi usahanya membaik atau meningkat, naik dari tahun lalu yang sebesar 34%.
“Jika dibandingkan besaran pertumbuhan omzet UKM yang menjawab membaik dengan UKM yang menjawab kondisi omzet memburuk, maka pertumbuhan omzet bersihnya tercatat negatif sebesar 9%,” mengutip laporan Mandiri Institute–Office of Chief Economist, Minggu (21/12/2025).
Baca Juga: Jadi Penggerak Ekonomi Indonesia, Kualitas UMKM Perlu Ditingkatkan
Adapun pertumbuhan omzet UKM yang stagnan tercatat sebesar 0%, sedangkan UKM yang mengalami pemburukan mencatat pertumbuhan omzet minus 29%, meningkat dibandingkan tahun lalu yang minus 28%. Sementara itu, pertumbuhan omzet UKM yang membaik mencapai 20%, namun lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang sebesar 25%.
Di sisi lain, pertumbuhan omzet bersih yang negatif pada 2025 juga meningkat menjadi 9%, naik dari tahun lalu yang mencatat pertumbuhan omzet bersih negatif sebesar 3%.
Kemudian, sektor industri pengolahan mengalami pemburukan kondisi omzet, baik dari sisi jumlah unit usaha maupun rata-rata pertumbuhan omzet.
Dari 44% responden di sektor ini yang menyatakan kondisi bisnisnya membaik, rata-rata pertumbuhan omzetnya hanya mencapai 17%. Namun, sebanyak 41% responden mengaku omzetnya memburuk dengan penurunan mencapai 36%. Dengan demikian, rata-rata pertumbuhan omzet sektor industri pengolahan menjadi yang paling rendah di antara sektor lainnya, yakni negatif 20%.
Sementara itu, sektor perdagangan serta konstruksi dan real estat masih relatif lebih resilien dibandingkan sektor lainnya.
Sebanyak 51% responden di sektor perdagangan menyatakan kondisi bisnisnya membaik dengan rata-rata pertumbuhan omzet sebesar 18%. Kemudian, 34% responden menyatakan kondisi bisnisnya stagnan, dan 15% menyatakan kondisi bisnisnya memburuk dengan rata-rata pertumbuhan omzet turun 24%. Dengan kondisi tersebut, rata-rata pertumbuhan omzet sektor perdagangan tercatat negatif 6%.
Adapun sektor konstruksi dan real estat, sebanyak 52% responden menyatakan kondisi bisnisnya membaik dengan rata-rata pertumbuhan omzet 21%, sementara 33% responden menyatakan kondisi bisnisnya stagnan. Selanjutnya, 15% responden mengaku kondisi bisnisnya memburuk dengan rata-rata pertumbuhan omzet turun 7%. Dengan demikian, rata-rata pertumbuhan omzet sektor ini tercatat negatif 7%.
Baca Juga: Pemerintah Hapus Kredit Macet UMKM Terdampak Bencana Sumatera
Office of Chief Economist menyebutkan, tantangan UKM pada 2025 menunjukkan bahwa setiap sektor menghadapi hambatan yang berbeda-beda. Namun secara umum, tantangan utama UKM meliputi persaingan usaha yang semakin ketat sebesar 52%, daya beli konsumen yang rendah sebesar 38%, serta kenaikan harga bahan baku sebesar 32%.
Posisi usaha dengan tingkat persaingan tertinggi terdapat pada sektor akomodasi, pengangkutan dan pergudangan, makanan dan minuman, serta industri pengolahan.
Selanjutnya, proporsi usaha yang menghadapi tantangan daya beli konsumen paling besar terdapat pada sektor makanan dan minuman, perdagangan, akomodasi, serta industri pengolahan.
Sementara itu, proporsi usaha yang menghadapi tantangan kenaikan harga bahan baku terbesar berada pada sektor industri pengolahan, pertanian, peternakan dan perikanan, konstruksi dan real estat, serta perdagangan.
Sektor perdagangan dengan margin yang tipis menjadi sektor yang paling sulit bertahan, sedangkan sektor akomodasi makanan dan minuman cenderung lebih “lengket” karena tingkat persaingan yang lebih ketat.
Dalam menghadapi kenaikan biaya input, mayoritas UKM cenderung memilih menahan harga dibandingkan meneruskan kenaikan biaya tersebut kepada konsumen, khususnya pada sektor makanan dan minuman. UKM yang menghadapi tantangan daya beli konsumen juga cenderung menghindari kenaikan harga jual, terutama pada sektor dengan karakteristik margin rendah seperti perdagangan.
Lebih lanjut, dari sisi ekspansi usaha, sebanyak 45% pelaku UKM menyatakan telah melewati fase ekspansi, sementara 10% lainnya berencana melakukan ekspansi ke depan. Pinjaman perbankan masih menjadi pilihan utama pelaku UKM untuk membiayai ekspansi usaha.
Terkait ekspektasi, mayoritas pelaku UKM optimistis terhadap kondisi omzet hingga 2026 sejalan dengan membaiknya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi nasional.
Pada 2026 58% UKM optimistis omzetnya akan membaik atau tumbuh 18%, sedangkan 39% UKM pesimistis omzetnya akan stagnan atau tumbuh 1%, serta sebanyak 4% berekspektasi bisnisnya memburuk atau dengan penurunan omzet 7%.
Selanjutnya: Panduan Lengkap Beli Pulsa via Wondr by BNI
Menarik Dibaca: Panduan Pilih Perabot Rumah Tangga Cerdas & Efisien
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













