Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
Tanggal 17 April 2019 menjadi puncak pertarungan kedua pasangan ini. Hasilnya pasangan Jokowi-Ma'ruf kembali menjadi pemenang dengan mengantongi 85.607.362 suara alias setara 55,50%. Sementara pasangan Prabowo-Sandi kebagian 44,50% suara.
Respons dari hasil ini pun beragam. Sejumlah aksi demonstrasi pun digelar beberapa pihak, terutama pendukung Prabowo. Gedung KPU dan kantor Bawaslu menjadi lokasi utama unjuk rasa. Termasuk aksi kerusahan di kawasan Tanah Abang yang berbuntut korban jiwa.
Bahkan rangkaian aksi ini pun makin melebar dengan adanya tuduhan upaya makar yang dilakukan sejumlah pihak. Kivlan Zen menjadi salah satu tokoh yang paling mendapat sorotan karena disebut polisi terlibat dalam upaya pembunuhan kepada sejumlah pejabat.
Baca Juga: Bertemu usai pilpres, ini jawaban Jokowi saat ditanya soal koalisi dengan Prabowo
Di sisi lain, kubu pro Prabowo yang digawangi Badan Pemenangan Nasional (BPN) tak mau menyerah begitu saja. Kubu Prabowo akhirnya melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan menggugat KPU. Sementara Jokowi-Ma'ruf duduk sebagai pihak terkait.
Tim penasehat hukum kubu Prabowo yang dipimpin Bambang Wijayanto menyebut ada beberapa gugatan yang mengindikasikan perbuatan yang terstruktur, masif, dan sistematis. Mulai dari ajakan berbaju putih ke TPS, penggelembungan suara kepada Jokowi, status Ma'ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah di Mandiri Syariah dan BNI Syariah, hingga adanya TPS siluman.
Namun, secara bulat mahkamah menolak gugatan tim Prabowo. "Menurut mahkamah analisis yang dilakukan pemohon tidak didukung bukti yang cukup dan hanya asumsi belaka. Menurut mahkamah, dalil pemohon a quo tidak beralasan hukum," ucap hakim Manahan MP Sitompul soal dalil penggelembungan suara yang ajukan tim hukum Prabowo seperti dikutip Kompas.com, (28/6).
Artinya keputusan KPU yang menetapkan pasangan Jokowi-Ma'ruf sebagai pemenang pilpres 2019 tetap sah.